Jumat, 25 Juni 2010

Sejarah Penulisan AI-Qur'an

Keaslian al-Qur'an di kalangan Muslim adalah suatu kepastian, susunan dan materinya. Selain karena penjagaan Allah, hal ini tidak lepas dari usaha Rasulullah dan para penerusnya hingga saat ini dalam menjaga keaslian al-Qur'an; huruf perhuruf, ayat perayat, hingga surat dan susunannya. Dengan begitu umat Muslim terhindar dari peringatan Allah swt. untuk tidak merubah al-Qur'an sebagaimana yang pernah dilakukan oleh umat sebelumnya
 
(Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?] (QS. al-Baqarah: 75).

Allah Swt. telah menjanjikan suatu penjagaan bagi kitab terakhir yang pernah diturunkan kepada umat manusia ini

[Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.] (QS. Al-Hijr : 9).

Dan sekaligus menjadi bukti bahwa Muhammad adalah nabi akhir zaman, sebab ajarannya tetap terpelihara dan tak satupun umatnya berani merubah walaupun satu huruf. Janji Allah tersebut setidaknya terbukti dengan upaya-upaya penjagaan oleh kaum Muslim yang telah berlangsung selama lebih dari 14 Abad. Upaya tersebut dapat disimpulkan dalam dua cara : Penulisan Mushhaf seperti yang sampai kepada kita, dan upaya penghafalan oleh para Qurra' (pengkaji al-Qur'an) yang tersebar dipenjuru dunia Islam. Dua macam upaya ini sudah berjalan sejak zaman Rasulullah saat wahyu diturunkan.
Sejarah penulisan dan penjagaan wahyu ini akan kami sajikan secara ringkas berdasarkan hadits dan riwayat sahabat. Riwayat merupakan sumber dalam penulisan sejarah -khususnya tentang masalah ini- yang tidak bisa begitu saja diabaikan, apalagi materi riwayat tersebut tidaklah bertentangan dengan akal sehat, dan diriwayatkan dengan seleksi penerimaan yang sangat ketat. Seleksi yang selain berdasarkan materi juga kejujuran periwayat yang mungkin jarang -nyaris mustahil- kita dapatkan pada masa sekarang. Kita bisa bayangkan ketika perowi yang ditemukan ingin menangkap ayam dengan menggunakan biji sebagai umpan, riwayatnya tidak bisa diterima karena dianggap tidak jujur kepada hewan, apalagi kepada manusia. Suatu seleksi yang sangat ketat hingga hasilnya sangat layak untuk kita jadikan sandaran hukum dan penulisan suatu sejarah seperti bahasan kita kali ini.
Kalau toh ada yang mengatakan riwayat-riwayat di bawah ini adalah fiksi, kita bisa menilai mana yang lebih akurat apakah perowi yang telah menulis riwayat tersebut beberapa abad yang lalu (dimana lebih dekat dengan kejadian, dan tradisi lesan masih sangat kuat serta seleksi yang sangat ketat) ataukah mereka yang datang setelah beberapa abad kemudian dengan alasan "Ilmiah" tiba-tiba mengatakan riwayat tersebut "fiksi". Selama materi riwayatnya tidak menyiratkan hal yang di buat-buat kenapa harus ditolak, kecuali jika bertentangan dengan bukti lain yang lebih akurat.

Penulisan dan Pengajaran AL-Qur'an Pada Masa Rasulullah

Rasulullah sangat berdisiplin dan hati-hati dalam mengajarkan al-Qur'an kepada para sahabatnya, dimana ayat- ayat yang baru turun harus dihapal oleh para sahabat saat itu juga, mereka tidak diizinkan pergi sebelum hafal seluruhnya, setelah itu mereka sampaikan kepada mereka yang tidak hadir, Ayat yang sudah mereka hafal tersebut kemudian mereka lakukan tadarusan (membaca dan mengkajinya) bersama disalah satu rumah di pojok kota Makkah, demi menghindari ancaman orang-orang Quraisy.
Pada saat Rasulullah berada di Madinah, 2/3 al-Qur'an sudah diturunkan.21Hal ini membuat Rasulullah harus bekerja keras mengajarkan al-Qur'an kepada kaum Anshor yang baru masuk Islam. Begitu besarnya tuntutan tersebut hingga Rasulullah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajarkan al-Qur'an kepada para sahabat. Maka tidak heran jika ada satu kelompok yang kita kenal sebagai ahlu as-suffah yaitu para sahabat yang menetap/tinggal di masjid untuk belajar al-Qur'an, dan dari antara merekalah muncul nama-nama seperti Ibnu Abbas (Muhajirin), Ubay bin Ka'b (Anshor)...... kelak merekalah yang paling berperan dalam melakukan kodifikasi wahyu. Lain dari pada itu cara pengajaran yang dilakukan oleh Rasulullah sangatlah berdisiplin dimana al-Qur'an diajarkan persepuluh ayat sampai para sahabat hafal dan paham maknanya bahkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, untuk kemudian baru pindah pada sepuluh ayat berikutnya.
Pada zaman Nabi upaya penulisan sudah mulai dilakukan walaupun dengan media yang sangat sederhana di antaranya batu tulis, tulang-tulang, pelepah pohon. Riwayat dari Imam Al-Bukhori menerangkan sebagaimana berikut:

Ubaidullah mengatakan kepada kami dari Musa dari Israil dari Abi Ishaq dari al-Barraa', rnengatakan: Ketika turun (ayat yang artinya:) {Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri dari para mu'min dengan mereka yang berjihad di jalan Allah } Nabi Saw. berkata : panggilkan untukku Zaid dengan membawa batu tulis dan tinta serta tulang, atau tulang dan tinta, kemudian berkata: tulislah {Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri}.....22

Riwayat lain menyebutkan media lain berupa pelepah pohon.23 Dengan media seperti di atas maka logis sekali jika diriwayatkan bahwa lembaran-lembaran al-Qur'an tersebut memenuhi satu ruang (gudang) ditempat Hafsah, istri Nabi Muhammad Saw.
Upaya penulisan yang mereka lakukan bahkan terbilang ketat, sebab penulisan selain wahyu oleh para sahabat tidak diperbolehkan oleh Rasulullah Saw. dengan begitu wahyu Allah tidak tercampur oleh perkataan dan perilaku Nabi yang kemudian disebut Hadits. Berikut ini riwayat dari Imam Muslim berkenaan dengan masalah ini:

Berkata kepada kami Haddaab bin khaalid al-Azdy, berkata kepapa kami Hammaam dari Zaid bin Aslam dari A'athaa' bin Yasar dari Abi Sa 'iid al-Khudry, bahwa Rasulullah Saw. bersabda : "Janganlah kalian menulis apa-apa dariku, barang siapa menulis dariku selain al-Qur'an maka hendaklah ia menghapusnya, dan berbicaralah tentang diriku dan itu diperbolehkan, dan barang siapa dengan sengaja berbohong atas diriku maka bersiap-siaplah untuk tinggal di Neraka  (HR. Muslim)

Penulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah pada masa itu ada empat orang dari kaum Anshor yaitu : Mu'aadz bin Jabal, Ubay bin Ka'b, Zaid bin Tsaabit dan Abu Zaid,25 dalam riwayat lain menyebutkan : Abu ad-Darda', Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, dan Abu Zaid. Selain mereka juga ada beberapa sahabat Yang menulis untuk diri mereka sendiri.26 Penulisan yang dilakukan oleh Aisyah bahkan sudah berbentuk mushhaf (berbentuk seperti buku) sebagaimana tersebut dalam riwayat berikut ini :

Dan berkata kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamiimy ia mengatakan saya belajar dari Malik dari Zaid bin Aslam dari al-Qa 'qaa' bin Hakim dari Abi Yunus pembantu 'Aisyah bahwa ia mengatakarn : Aisyah menyuruhku menulis untuknya mushhaf dan ia mengatakan jika sudah sampai pada ayat ini maka panggil saya [Jagalah oleh kalian sholat­ sholat (kalian) dan sholat pertengahan] maka ketika sudah sampai pada ayat ini aku memanggilnya dan ia (Aisyah) lantas mengimlakkan kepadaku [Jagalah oleh kalian sholat­sholat (kalian) dan sholat pertengahan] serta sholat ashar (dan berdirilah di hadapan Allah dengan khusyu'] Aisyah mengatakan saya mendengarnya dari Rasulullah Saw. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.27

Sangat tidak masuk akal jika Dr. Robert Morey menyatakan bahwa tulisan al-Qur'an telah hilang karena yang tertulis di atas tulang telah pudar dan yang ditulis di atas daun telah dimakan oleh binatang, alasan yang kekanak-kanakan.28
Selain adanya upaya penulisan, maka upaya penjagaan melalui hafalan adalah kegiatan yang umum dilakukan oleh para sahabat, di mana para sahabat saat itu akan merasa malu jika tidak hafal al-Qur'an. Sebegitu merebaknya tradisi hafalan tersebut hingga ada riwayat yang mengatakan bahwa dari sekian jumlah penduduk muslim Madinah saat itu hanya 4-6 orang saja yang tidak hafal.
Tradisi periwayatan lisan (hafalan) dalam budaya Arab sangatlah kental, apalagi pada masa Rasulullah Saw. di mana budaya baca tulis belum meluas -budaya tulis menulis setelah 1,5 abad kemudian-. Begitu kentalnya hingga mereka menemukan metode periwayatan yang ekstra hati-hati. Dalam metode yang mereka pakai dikenal adanya istilah Jarh wa at­ta ‘diil (kritik dan seleksi atas kredibelitas perowi), sehingga suatu riwayat yang datang dari seorang yang tidak dipercaya tidak akan digunakan. Masing-masing riwayat yang diakui juga memiliki kriteria sendiri berdasarkan keutuhan matan (materi riwayat), sanad (silsilah riwayat sampai ke sumbernya), serta periwayat, baik jumlah maupun kredibelitasnya.29
Dengan tradisi periwayatan dan hafalan seperti diatas, tentu saja al-Qur'an mendapatkan perlakuan yang paling Istimewa. Apalagi metode pengajaran al-Qur'an yang diterapkan pada masa itu salah satunya adalah metode at-Talaqqy wal `ardl (tatap rnuka langsung antara guru dan murid dengan komunikasi dua arah, dengan system learning and presentation) yang akhirnya menjadi dasar-dasar dalam kodifikasi al-Qur'an, yaitu: "Mengambil materi riwayat yang paling akurat serta cara periwayatan yang paling benar, bukan sekedar yang umum clan sesuai dengan standar bahasa Arab “.30

Riwayat-riwayat berikut ini mungkin akan memperjelas tentang masalah ini :

Dari 'Fathimah ra, "Nabi Saw membisikkan kepadaku: 'Jibril telah mengajariku al-Qur'an setiap tahunnya, dan dia mengajariku tahun ini dua kali, dan aku tidak melihat itu kecuali ajalku telah dekat"  (HR. Bukhari) .31

Riwayat di atas menerangkan bahwa al-Qur'an selalu diajarkan oleh Jibril kepada Nabi, sebagai pembawa wahyu, yaitu pada bulan Ramadlan pada setiap tahunnya hingga masa berakhirnya penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. Pada tahun yang terakhir, menjelang wafatnya, Jibril datang dua kali untuk mengajariNya al-Qur'an.
(Riwayat ini sekaligus menepis anggapan Dr. Robert Morey yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak mengetahui kapan beliau akan wafat.)
Pandangan pewahyuan melalui Jibril utusan Allah untuk disampaikan kepada Rasulullah -salah satu caranya dengan dibacakan- secara gradual selama 23 tahun lebih dapat diterima akal ketimbang penggambaran satu buku diturunkan dari langit. Pengajaran dengan system at-talaqqy wal `ardli  yang dilakukan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Saw tersebut diteruskan kepada para sahabat seperti yang dituturkan oleh riwayat berikut ini :

Dan berkata kepada kami Amru an-Naqid, berkata kepada kami Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'ad, berkata kepada kami Ayahku dari Muhammad bin Ishaq ia mengatakan, berkata kepadaku Abdullah bin Abi Bakar bin Muharnmad bin Amru bin Hazm al-anshaary dari Yahya bin 'Abdullah bin Abdirrahman bin Sa'ad bin Zurarah dari Ummi Hisyam binti Haritsah bin an-Nu'man mengatakan: Tungku api kami dan tungku api Rasulullah adalah satu selama satu atau dua tahun atau lebih, dan saya tidak pernah mengambil (menghafalkan) (surat) Qaaf dari al-Qur'an yang mulia kecuali dari lisan Rasulullah Saw. yang selalu beliau baca pada hari jum'at di atas mimbar ketika berkhutbah dihadapan jama'ah. (HR. Muslim) .32

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah seringl:ali meminta sahabatnya untuk membacakan al-Qur'an dihadapannya 33. Diantara para sahabat yang ditunjuk oleh Rasulullah untuk mengajarkan al-Qur'an adalah Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz, serta Ubay bin Ka `b .34

http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur%27an#Jaminan_Tentang_Kemurnian_Al-Quran_dan_Bukti-Buktinya
READ MORE -

Jumat, 11 Juni 2010

syariat islam selamtakan dunia

Pangeran Charles: Prinsip Spiritual Islam Selamatkan Dunia

E-mail Print PDF
Dalam ceramahnya, Pangeran Charles berargumen kehancuran manusia dunia terutama bertentangan dengan Islam

Hidayatullah.com--Putera Mahkota Kerajaan Inggris Pangeran Charles mengakui, mengikuti prinsip-prinsip spiritual Islam akan dapat menyelamatkan dunia.

Hal itu disampaikan Pangeran Charles dalam pidatonya yang bertema "Islam and the Environment" di Gedung Sheldonian Teater, Universitas Oxford, Oxford, Inggris, Kamis (11/6).

Dalam ceramahnya selama satu jam di hadapan para sarjana studi Islam di Oxford, Pangeran Charles berargumen bahwa kehancuran manusia dunia terutama bertentangan dengan Islam.

Untuk itu ia mendesak dunia untuk mengikuti prinsip-prinsip spiritual Islam untuk melindungi lingkungan.

Menurut ayah Pangeran William dan Harry, arus `pembagian` antara manusia dan alam ini disebabkan bukan hanya oleh industrialisasi, tetapi juga oleh sikap kita terhadap lingkungan yang bertentangan dengan butir-butir "tradisi suci".

Pangeran yang menganut agama Kristen, yang akan menjadi Kepala Gereja Inggris bila naik tahta menjadi Raja Inggris itu, berbicara secara mendalam mengenai Alquran yang dipelajarinya sendiri.

Charles mengatakan bahwa "tidak ada pemisahan antara manusia dan alam" dan mengatakan "kita harus selalu hidup dalam lingkungan yang terbatas."

Ia berbicara kepada para sarjana di Pusat Studi Islam Oxford dalam rangka dan mencoba untuk mendorong pemahaman yang lebih baik dari budaya dan peradaban agama.

Dalam pidato menandai ulang tahun ke-25 Pusat Studi Islam Oxford, tempat ia menjadi pelindungnya, Charles mengajak untuk memahami agama dengan mata pelajaran favorit lain seperti lingkungan.

"Islam selalu mengajarkan keseimbangan dan bila kita mengabaikannya sangat bertentangan dengan penciptaan," demikian Pangeran Charles.
READ MORE - syariat islam selamtakan dunia

Selasa, 08 Juni 2010

Uskup Perancis: Kenapa Masjid Penuh dan Gereja Kosong?!

Paris,setelah kurang dari satu bulan adanya warning dari salah seorang pendeta Vatikan, berupa issu apa yang mereka sebut sebagai “Islamisasi Eropa”, di Perancis diadakan kegiatan Pertemuan Akbar Umat Masehi di bawah koordinasi Gereja Katholik, dengan agenda mengkaji Islam, upaya pengenalan Islam, sejarah dan peradabannya. Di tengah-tengah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh beberapa uskup, tentang sebab kenapa masjid selalu penuh dengan orang shalat, sedangkan gereja kosong dari orang beribadah di Eropa secara umum. Gereja Katholik merasa perhatian dengan adanya fenomena tersebar dan meluasnya Islam, berkembangnya pemeluk agama Islam secara pesat di Perancis dan Eropa.
Yang membuat mereka tambah heran adalah, tempat diadakannya kegiatan itu, ternyata melewati sebuah masjid kecil yang penuh dengan jama’ah Jum’atan. Di situ dikumandangkan khutbah dan selanjutnya didirikannya shalat Jum’at.
Perhelatan akbar itu diikuti sekitar 40 uskup dari seluruh penjuru Perancis. Salah seorang uskup berkomentar, bahwa pertanyaan seputar berkembangnya Islam secara pesat sudah ada semenjak beberapa tahun lalu, dan pentanyaan itu adalah, apa rahasia masjid penuh di Perancis, berbeda sama sekali dengan kondisi Gereja yang malah dijauhi?!
Sekularisasi… Adalah Sebabnya
Kajian seputar mengapa orang Perancis meninggalkan gereja, telah diungkapkan oleh seorang uskup, Michal. Ia berkata: “Fenomena ini bukanlah hal baru, karena ini berkaitan erat dengan sejarah permusuhan panjang antara negara dan gereja, di mana dalam banyak periode yang panjang, gereja dipinggirkan peranannya dalam kehidupan secara umum.”
Sebagaimana juga masyarakat Perancis lebih cenderung sekular, memisahkan agama dengan kehidupan atau negara.
Para peserta sepakat bahwa masjid-masjid di Perancis mejadi bukti penerimaan luar biasa masyarakat Perancis, dan itu tidak hanya dari kalangan imigran, justeru banyak juga dari orang-orang Perancis asli dari generasi ke dua atau ke tiga, yang mereka sama sekali tidak bisa berbahasa Arab.
Data statistik resmi Pemerintah Perancis menyebutkan bahwa jumlah orang yang kembali dan masuk ke agama Islam di Perancis sampai sekarang ada lima puluh (50) ribu orang, sedangkan total muslim Perancis ada enam (6) juta jiwa.
Pelataran Sebagai Bukti
Bukti jelas bahwa masjid mendapat penerimaan yang luar biasa dari masyarakat Perancis adalah tidak tertampungnya jama’ah shalat Jum’at di masjid, sehingga harus digelas tikar dan sajadah sampai ke luar area masjid, dan ini kadang menyulitkan samping kiri-kanan lingkungan masjid.
Haji Mamdu Ibrahim, salah seorang pengelola masjid “Al Fath” mengatakan bahwa setiap hari Jum’at kami harus menggelar tikar di luar area masjid dikarenakan jumlah jama’ah shalat Jum’at tidak tertampung lagi. Kondisi ini menyebabkan pemilik tempat sekitar masjid komplain.”
Ketua Persatuan Organisasi-organisasi Islam di Perancis, Ibriz menguatkan bahwa, “Tidak diragukan lagi adanya penerimaan luar biasa terhadap Islam di Benua Eropa, ini menandakan bahwa Islam sangat diterima dan mampu meyakinkan masyarakat, meskipun Islam sendiri diterpa issu penodaan dan pelecehan.”
Jumlah masjid di Perancis sekitar seribu lima ratus (1500) masjid. Data dari organisasi muslim di Perancis menunjukka bahwa jumlah umat Islam di Benua Eropa mendekati tiga puluh delapan (38) juta muslim Eropa, sekitar sepuluh persen (10%) total penduduk Eropa. (io/ut)
READ MORE -

Senin, 07 Juni 2010

penelitian Nbi agung muhmammad menikai gadis di bawah umur ?


BENARKAH NABI MENIKAHI GADIS DI BAWAH UMUR?
23 February 2009 :  :  No Comment
Oleh Yusuf Hanafi (PIQ)
> Kaum Muslim seringkali disudutkan oleh pertanyaan berikut,
“Akankah Anda menikahkan puteri Anda yang baru berumur 7 atau 9
tahun dengan seorang lelaki  tua yang telah berusia 50 tahun?�
Mereka mungkin akan terdiam karena bingung atau malah marah karena
tersinggung. Lalu, pertanyaannya selanjutnya adalah, “Jika Anda
tidak akan melakukannya, bagaimana Anda bisa menyetujui pernikahan
gadis ingusan berusia 7 atau 9 tahun bernama ‘Aisyah dengan Nabi
Anda, Muhammad bin ‘Abdillah?�
> Mayoritas umat Islam mungkin akan menjawab bahwa “menikahi gadis
di bawah umur� seperti kasus di atas dapat diterima oleh masyarakat
Arab kala itu. Jika tidak, masyarakat tentu akan keberatan dengan
pernikahan Nabi Muhammad dengan ‘Aisyah, puteri dari Abu Bakr
al-Shiddiq yang masih kanak-kanak.
> Nabi Muhammad merupakan uswah hasanah (teladan yang baik) bagi
seluruh umat Islam—di mana perilaku, tindakan, dan peri kehidupannya
selalu dijadikan sebagai acuan dan rujukan. Namun sekali lagi, dalam
konteks �menikahi gadis di bawah umur ini�, kaum Muslim seolah
dihadapkan pada pilihan sikap yang dilematis. Sebab bagaimana pun,
mayoritas Muslim takkan pernah berpikir—apalagi melakukan
tindakan—menikahkan anak perempuannya yang baru berusia 7 atau 9
tahun dengan seorang pria dewasa yang lebih pantas menjadi bapak atau
bahkan kakeknya. Jikalau ada orang tua yang setuju dengan pernikahan
seperti itu, kebanyakan orang, meski tidak semua, akan mencibir dan
memandang sinis terhadapnya, terlebih kepada pria uzur yang tega
menikahi bocah di bawah umur.
> Belum lama ini, umat Islam Indonesia dihebohkan oleh pemberitaan
perihal kasus pernikahan gadis di bawah umur. Pujiono Cahyo Widianto,
seorang miliarder beristeri satu dan berusia 43 tahun asal Semarang
yang lebih populer disapa Syekh Puji menikahi seorang bocah berusia 12
tahun bernama Lutviana Ulfa pada 8 Agustus 2008 lalu. Lebih heboh
lagi, Syekh Puji yang juga berstatus sebagai pengasuh Ponpes Miftahul
Jannah itu berencana menikahi dua gadis ingusan lain dalam waktu yang
tidak terlalu lama untuk mengenapkan jumlah bilangan isteri yang
dikoleksinya menjadi 4 (empat).
> Ketika berita itu merebak ke permukaan, pro-kontra pun segera
bermunculan. Mayoritas menolaknya sekaligus menuding Syekh Puji
mengidap paedophilia, yaitu karakter kejiwaan yang mempunyai
ketertarikan seksual terhadap anak di bawah umur. Tak ketinggalan, MUI
juga menfatwakan perihal keharaman tindakan Syekh Puji yang mengawini
gadis ingusan di bawah umur itu.
> Syekh Puji tak tinggal diam. Dia berdalih bahwa tindakannya itu
sesuai dengan tuntunan syariat karena pernah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad tatkala menikahi ‘Aisyah. Syekh Puji tak sendiri. Pembelaan
untuknya, di antaranya, datang dari Fauzan al-Anshari (Kepala
Departemen Data dan Informasi MMI) dan Puspo Wardoyo (pemilik Rumah
Makan Wong Solo yang pernah memperoleh Poligami Award). Keduanya malah
berujar lantang, umat Islam yang mengingkari pernikahan seperti itu
berarti mengingkari sunnah Nabi, dan pada gilirannya akan membahayakan
keimanannya.
> Merespon polemik tersebut, tulisan ini akan menelaah sekaligus
menguji kembali catatan-catatan klasik yang dipakai sebagai dasar
keabsahan menikahi gadis di bawah umur. Harapannya, akan diperoleh
pandangan yang obyektif dan berimbang dalam menyikapinya.
> Â
> Kontradiksi Seputar Usia ‘Aisyah
> Sebagian besar hadis yang mengisahkan pernikahan Nabi dengan
‘Aisyah diriwayatkan oleh Hisyam bin ‘Urwah. Hadis-hadis tersebut,
antara lain: “Khadijah wafat 3 tahun sebelum hijrah Nabi ke Madinah.
Rasul SAW sempat menduda kurang lebih 2 tahun sampai kemudian menikahi
‘Aisyah yang kala itu berusia 6 tahun. Namun Nabi SAW baru hidup
serumah dengan ‘Aisyah saat gadis cilik itu telah menapaki usia 9
tahun� (HR. Al-Bukhari).
> Riwayat lain yang menceritakan hal serupa dengan informasi sedikit
berbeda adalah: “Nabi SAW meminang ‘Aisyah di usia 7 tahun dan
menikahinya  pada usia 9 tahun. Seringkali Nabi SAW mengajaknya
bermain. Tatkala Nabi SAW wafat, usia ‘Aisyah saat itu baru 18 tahun.�
> Sejarahwan Muslim klasik, al-Thabari dalam Tarikh al-Umam wa
al-Muluk mengamini riwayat di atas bahwa ‘Aisyah (puteri Abu Bakr)
dipinang Nabi pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga dengannya
pada usia 9 tahun. Pada bagian lain, al-Thabari mengatakan bahwa semua
anak Abu Bakr yang berjumlah 4 orang dilahirkan pada masa jahiliyah
dari 2 isterinya. Jika ‘Aisyah dipinang Nabi pada 620 M (saat
dirinya masih berusia 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623 M (pada
usia 9 tahun), hal itu menunjukkan bahwa ‘Aisyah dilahirkan pada
tahun 613 M. Yakni, 3 tahun sesudah masa Jahiliyah berakhir (tahun 610
M).
> Padahal al-Thabari sendiri menyatakan bahwa ‘Aisyah dilahirkan
pada masa Jahiliyah. Jika ‘Aisyah dilahirkan pada masa Jahiliyah,
setidaknya ‘Aisyah berusia 14 tahun saat dinikahi Nabi. Pendeknya,
riwayat al-Thabari perihal usia ‘Aisyah ketika menikah tidak
reliable dan terindikasi kontradiktif.
> Kontradiksi perihal usia ‘Aisyah saat dinikahi Nabi akan semakin
kentara jika usia ‘Aisyah dihitung dari usia kakaknya, Asma’ binti
Abi Bakr. Menurut Ibn Hajar al-‘Asqallani dalam Tahdzib al-Tahdzib,
Asma’ yang lebih tua 10 tahun dari ‘Aisyah meninggal di usia 100
tahun pada 74 Hijrah. Jika Asma’ wafat di usia 100 tahun pada 74 H,
maka Asma’ seharusnya berumur 27 tahun ketika adiknya ‘Aisyah
menikah pada tahun 1 Hijrah (yang bertepatan dengan tahun 623 M).
> Kesimpulannya, berdasarkan riwayat di atas itu pula dapat
dikalkulasi bahwa ‘Aisyah ketika berumah tangga dengan Nabi berusia
sekitar 17 tahun.
> Kontradiksi lain seputar mitos usia kanak-kanak ‘Aisyah tatkala
dinikahi Nabi dapat dicermati melalui teks riwayat Ahmad bin Hanbal
berikut. Sepeninggal isteri pertamanya, Khaulah datang kepada Nabi dan
menasehatinya agar menikah lagi. Lantas Nabi bertanya kepadanya
tentang pilihan yang ada dalam pikiran Khaulah. Khaulah kemudian
berkata, “Anda dapat menikahi seorang perawan (bikr) atau seorang
janda (tsayyib).�  Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis
perawan (bikr) tersebut, Khaulah menyebut nama ‘Aisyah.
> Bagi orang yang mengerti bahasa Arab, dia akan paham bahwa kata bikr
tidak digunakan untuk bocah ingusan berusia 7 atau 9 tahun. Kata yang
tepat untuk gadis ingusan yang masih kanak-kanak adalah jariyah.
Sebutan bikr diperuntukkan bagi seorang gadis yang belum menikah serta
belum punya pengalaman seksual—yang dalam bahasa Inggris
diistilahkan dengan “virgin�. Oleh karena itu, jelaslah bahwa
‘Aisyah yang disebut bikr dalam hadis di atas telah melewati masa
kanak-kanak dan mulai menapaki usia dewasa saat menikah dengan Nabi.
> Â
> Epilog
> Tak ada dalam masyarakat Arab tradisi menikahkan anak perempuan yang
baru berusia 7 atau 9 tahun. Demikian juga tak pernah terjadi
pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah yang masih berusia kanak-kanak.
Masyarakat Arab tak pernah keberatan dengan pernikahan seperti itu,
karena kasusnya tak pernah terjadi.
> Riwayat pernikahan ‘Aisyah pada usia 7 atau 9 tahun oleh Hisyam
bin ‘Urwah tak bisa dianggap valid dan reliable mengingat sederet
kontradiksi dengan riwayat-riwayat lain dalam catatan klasik. Lebih
ekstrim, dapat dikatakan bahwa informasi usia ‘Aisyah yang masih
kanak-kanak saat dinikahi Nabi hanyalah mitos semata.
> Nabi adalah seorang gentleman. Dia takkan menikahi bocah ingusan
yang masih kanak-kanak. Umur ‘Aisyah telah dicatat secara
kontradiktif dalam literatur hadis dan sejarah Islam klasik. Karenanya
klaim sejumlah pihak yang menikahi gadis di bawah umur dengan dalih
meneladani sunnah Nabi itu bermasalah, baik dari sisi normatif (agama)
maupun sosiologis (masyarakat) .
> Jikalau riwayat-riwayat seputar pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah
yang masih kanak-kanak itu valid, itu juga tak bisa serta-merta
dijadikan sandaran untuk mencontohnya. Tidakkah Nabi itu memiliki
previlige (hak istimewa) yang hanya diperuntukkan secara khusus
untuknya, tapi tidak untuk umatnya. Contoh yang paling gamblang adalah
kebolehan Nabi untuk menikah lebih dengan 4 isteri!?
Oleh Yusuf Hanafi (PIQ)
Pondok Pesantren Ilmu Al Quran, Dosen Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Tags: , , ,
READ MORE - penelitian Nbi agung muhmammad menikai gadis di bawah umur ?

islam agama tak punya toleransi bragama...?

.
 Assalammu'alaikum Wr/Wb

Islam Melawan Mitos yang Dihembuskan Barat


Negara-negara maju kerap memiliki pemahaman yang salah tentang Islam. Salah satu pehamanan yang salah itu adalah Islam dianggap sebagai agama yang tidak toleran terhadap keyakinan agama lain. Ada keyakinan yang sudah begitu meluas bahwa umat Islam diperintahkan untuk bersikap 'agama Islam atau pedang' terhadap non Muslim. Pemahaman yang salah ini makin berkembang, sehingga dimanfaatkan oleh segelintir penguasa untuk menghembuskan wacana bahwa Islam adalah ancaman bagi Barat.

Toleransi dalam Al-Quran
Dalam tulisannya berjudul Myth of Islamic Intolerance, Syed Imaduddin Asad dosen di Punjab Law College, Lahore Pakistan menyatakan, pemahaman yang salah itu juga sudah melanda sebagian umat Islam sendiri. Salah satu penyebabnya, karena perilaku sekelompok Muslim atau penguasa Muslim yang tidak bertanggung jawab, kasar dan tercela, ikut memberi kontrubusi bagi pandangan yang buruk tentang Islam.

Dalam hal ini, Syed Imaduddin Asad melihat makin banyak umat Islam yang tidak lagi peduli pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Quran maupun Hadist, sehingga perilaku mereka menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.

Padahal, menurut Imaduddin Asad, Al-Quran menyebutkan bahwa toleransi merupakan hal yang esensial dan kewajiban bagi setiap Muslim. Umat Islam diperintahkan untuk menyebarluaskan pesan-pesan Islam dengan mengedepankan dialog dengan non Muslim dan dalam proses ini, umat Islam harus menerapkan cara-cara yang terhormat dan sopan, seperti tercantum dalam Al-Quran surat 16:125 yang berbunyi " Serulah (manusia) ke jalan Tuhan Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik......" Dan jika non Muslim cenderung memperlihatkan ketidaksetujuannya dengan Islam, meski sudah diberikan argumen yang logis, tidak boleh ada tekanan atau paksaan apalagi tindak kekerasan.

Firman Allah dalam Al-Quran 2:256 menyebutkan,"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)......" Ayat-ayat lainnya yang memperkuat bahwa Islam adalah agama yang toleran antara lain Surat 3:19, Surat 10:99 dan Surat 18:29. Dari ayat-ayat itu secara garis besar bisa disimpulkan bahwa Islam mengecam segala bentuk pemaksaan dalam memeluk agama dan Islam melarang umatnya untuk menyulut peperangan dalam menyebarkan agama Islam.

Lebih lanjut Syed Imaduddin mengatakan, umat Islam bukan hanya dilarang memaksakan agama Islam pada non Muslim, tapi umat Islam juga diperintahkan untuk menajalin hubungan dengan Non Muslim dengan sikap yang baik dan adil seperti tercantum dalam Al-Quran Surat 60:8,9. Islam juga mengakui semua nabi dan rasul sebelum Muhammad Saw, seperti Ibrahim, Musa, Daud, Isa dan lain-lain, serta kitab-kitab sebelumnya seperti Taurat dan Zabur dan umat Islam juga dilarang untuk menghina Tuhan-Tuhan yang diyakini non Muslim seperti tercantum dalam Al-Quran 6:108.

Nabi Muhammad Saw Mencontohkan Perdamaian


Sunnah-sunnah Nabi yang terkait dengan perintah bagi umat Islam agar bersikap baik terhadap Non Muslim juga sangat banyak. Perjanjian antara Nabi Muhammad Saw dan umat Kristen di Gunung Sinai adalah salah satu contoh besar dari sikap toleransi dan mengakui adanya keberagaman agama dalam masyarakat.

"Ini adalah pesan dari Nabi Muhammad bin Abdullah, sebagai perjanjian terhadap kaum Kristiani, bahwa kami bersama mereka di manapun mereka berada. Sesungguhnya, aku, para pelayan dan pembantuku serta para pengikutku akan membela mereka, karena umat Kristen juga anggota masyarakatku: Demi Tuhan, aku akan melepaskan segala hal yang tidak menyenangkan mereka. Tidak ada paksaan bagi mereka,........."

"Tak seorangpun boleh menghancurkan rumah ibadah mereka, merusak atau mengambil sesuatu dari tempat itu ke rumah-rumah orang Islam. Jika ada yang melakukannya, maka orang itu merusak perjanjiannya dengan Tuhan dan ingkar pada Nabinya. Sesungguhnya, mereka adalah sahabat-sahabatku dan mendapatkan perlindunganku dari segala yang mereka benci. Tak seorangpun yang akan memaksa mereka pergi atau mewajibkan mereka berperang. Umat Islam akan berperang untuk mereka...gereja -gereja mereka akan dihormati, Tak satupun negara (Islam) boleh melanggar perjanjian ini hingga hari akhir."

Ketika utusan umat Kristen dari Najran datang ingin bertemu dengan Nabi Muhammad Saw, utusan itu dibolehkan untuk masuk ke masjidnya bahkan diizinkan untuk berdoa di masjid itu sesuai keyakinan mereka. Nabi Muhammad Saw juga memberikan mereka piagam perjanjian yang sama bunyinya dengan piagam di atas.

Nabi Muhammad Saw bukan hanya kepala negara Islam yang pertama, tapi juga otoritas hukum tertinggi. Non Muslim seringkali datang padanya untuk meminta bantuan menyelesaikan pertikaian yang mereka hadapi. Ketika harus mengambil keputusan yang terkait dengan pertikaian antara Muslim dan Non Muslim, Nabi Muhammad Saw selalu mencari rujukannya dalam Al-Quran dan tidak pernah membuat perbedaan atas dasar agama yang dianut mereka.

Ajaran-ajaran dalam Al-Quran dan contoh-contoh yang diberikan Nabi Muhammad Saw diikuti oleh para pemimpin Muslim sesudah Nabi. Misalnya pada masa kalifah Umar bin Khattab ketika menaklukkan Yerusalem pada 638 Masehi. Ia mendeklarasikan bahwa mereka akan melindungi harta benda, anak-anak, gereja dan semua yang menjadi milik penganut Kristen.

Sejarah Islam menunjukkan bahwa semua hak yang diberikan pada Non Muslim juga diterapkan oleh negara-negara Islam. Bahkan beberapa wilayah Muslim menjadi tempat perlindungan bagi para pengungsi non Muslim yang mengalami penindasan dan kekejaman di tempat lain. Spanyol, di bawah pemerintahan Muslim, menjadi satu-satunya tempat di Eropa di mana bangsa Yahudi bisa hidup dengan aman dan damai. Setelah kejatuhan kekuasaan Islam di Spanyol, bangsa Yahudi diusir dan mereka kembali menemukan tempat aman di bawah pemerintahan Islam, misalnya di wilayah kekuasaan Utsmaniyyah. Contoh lainnya adalah India. Meski berabad-abad pernah berada di bawah kekuasaan pemerintahan Islam, mayoritas rakyat di negeri itu tetap non Muslim. Bahkan para pemimpin Muslim kerap memberikan donasi bagi rumah-rumah ibadah non Muslim India, seperti Hindu dan lain sebagainya. Yang menarik untuk diingat, menurut Al-Maqrizi, semua gereja-gereja terkenal di kota Kairo, dibangun pada masa pemerintahan Muslim.

Islam: Ancaman Bagi Barat?


Perkembangan yang terjadi belakangan ini, pandangan bahwa agama Islam merupakan ancaman bagi peradaban Barat, juga makin menguat. Meski terkesan berlebihan, Islam dianggap sebagai kekuatan setan yang akan sukses seperti kekuatan Komunis pada masa lalu.

Menanggapi pandangan ini, John Renard, seorang Ph.D. di bidang Studi Islam dari Harvard University dan seorang professor bidang studi teologi di st. Louis University, dalam bukunya 'Excerpted from 101 Questions and Answers on Islam' menjelaskan, selama beberapa dekade belakangan ini, sudah banyak pembicaraan tentang 'Kebangkitan Kembali Islam' yang dipicu oleh revolusi di Iran, gerakan Intifada di Palestina dan pengaruh penguasa Taliban di Afghanistan. Buku-buku seperti buku yang berjudul 'The Islamic Bomb: The Nuclear Threat to Israel and the Middle East (1982)' mendorong munculnya momok menakutkan adanya konspirasi nuklir, seolah-olah Islam mewakili sebuah kesatuan politik yang ingin mendominasi dunia.

Pada kenyataannya, menurut Renard 'Islam' tidak seperti ideologi 'isme-isme' lainnya yang oleh orang dibayangkan akan membawa kepentingan politik dan sumber-sumber ekonomi untuk mencapai tujuan global dan regional, seperti kapitalisme, komunisme, kolonialisme, imperialisme atau dalam skala yang kecil, Zionisme.

Sebaliknya, Barat dan kelompok sekular membentuk semacam blok politik, ekonomi, budaya yang kukuh menentang moral dan nilai-nilai agama yang berasal dari 'Timur'.

Umat Islam secara keseluruhan, menurut Renard, sangat rentan atas generalisasi seperti yang terjadi saat ini, sementara non Muslim dalam beberapa hal ikut bertanggung jawab atas timbulnya dikotomi semacam ini. Pendek kata, tegas Renard, Islam sebagai agama tradisi dalam hal apapun bukan ancaman bagi perdamaian dan tatanan dunia. (ln/Islamicity/eramuslim)

Wassalam
http://ummuhani.com/2009/01/tarikh-andalusia-ibrah-buat-al-quds/
READ MORE - islam agama tak punya toleransi bragama...?