Jumat, 24 Desember 2010

- Bagi Orang yang Beriman Sesungguhnya Sakit adalah Kafarah Dosa -

“Tiada suatu musibah pun yang menimpa seorang Muslim, melainkan dengannya Allah hapuskan (dosa-dosa kecil) darinya sampai-sampai sebatang duri pun yang menusuknya.”( Shahih Al-Bukhari, kitab Al-Mardla, no. 5640; Shahih Muslim, kitab Al-Birr wa Ash-Shilah, no. 2572.)

Dalam satu waktu, Rasulullah menjenguk Salman al-Fahrisi yang tengah berbaring sakit. Rasulullah bersabda.“Sesungguhnya ada tiga pahala yang menjadi kepunyaanmu dikala sakit. Engkau sedang mendapat peringatan dari Allah SWT, doamu dikabulkan-Nya, dan penyakit yang menimpamu akan menghapuskan dosa-dosamu.”

Rasulullah pun melarang untuk mencela penyakit. Ketika Ummu Saib sakit demam dan mencela penyakit yang menimpanya, Nabi bersabda. “Janganlah kamu mencela demam. Karena sesungguhnya demam itu menikis kesalahan anak cucu Adam sebagaimana bara api mengikis keburukan besi.” (HR. Muslim)

“Tidaklah orang Muslim ditimpa cobaan berupa penyakit atau lainnya, melainkan Allah menggugurkan keburukannya, sebagaimana pohon yang menggugurkan daunnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Hikmah Ketika Sakit

Dalam sebuah buku yang berjudul Yasalunaka fi al-Dinwa al-Hayat dan dikutip dalam Tabloid Syiar, Dr. Ahmad al-Syurbasi menulis ada lima hikmah dari sakit yang dialami manusia. Pertama, sakit merupakan kesempatan untuk beristirahat. Kecendrungan manusia saat sehat adalah memperlakukan tubuhnya laksana robot. Ia terus bekerja demi mengejar kenikmatan dan kesenangan material tanpa henti dan tanpa memperhatikan kesihatan diri sendiri. Ia tidak menyedari bahwa otot-otot yang ada dalam tubuhnya memiliki keterbatasan.

Maka ketika seseorang sakit, ia memperoleh kesempatan untuk beristirehat, sambil melakukan introspeksi dan berpikir untuk memperbaiki pola hidupnya setelah ia sembuh nanti.

Kedua, sakit merupakan pendidikan. Ketika seseorang sakit parah, ia akan memahami betapa mahalnya nilai kesihatan. Ia pun rela mengeluarkan segala yang ia miliki demi kesembuhan penyakitnya.

Ketika seseorang sakit, ia akan meresakan betapa nikmatnya selalu ditemani, dilayani, disediakan makanan, dan yang paling nikmat dihibur. Maka, setelah sembuh nanti, ia akan tahu apa yang harus ia lakukan ketika orang lain yang sakit.

Ketiga, sakit merupakan teguran atas kesombongan manusia. Ketika sihat, manusia terkadang bertingkah seolah-olah dialah yang paling gagah, paling berkuasa dan paling berpengaruh. Tapi ketika sakit menderanya, segagah apapun menusia, sebesar apapun manusia dan sebesar apapun pengaruhnya, ia tidak dapat beranjak dari tempat tidurnya. Ketika itu, ia tidak lebih dari tulang dan darah yang dibungkus kulit.

Keempat, sakit merupakan kesempatan untuk bertaubat dan menghapus dosa. Hal ini bukan hanya dilakukan oleh yang soleh, orang sejahat apapun ketika sakit parah tak bisa berbuat apa-apa. Tangannya tidak ringan lagi. Mulutnya tak mampu mencacimaki lagi. Yang ada hanyalah penyesalan dan penyesalan.

Di samping itu, sakit yang diderita manusia merupakan kesempatan untuk memohon ampun atas dosa-dosanya. Dalam hadits diterangkan. “Tidaklah seorang muslim tertimpa keletihan, sakit, kebingungan, kesedihan hidup, atau bahkan tertusuk duri, kecuali Allah menghapus dosa-dosanya. (HR. Muttafaq Alaih).

Kelima, sakit merupakan kesempatan untuk memperbaiki hubungan keluarga dan sosial. Ketika seseorang sakit, kerabat dekat akan semakin dekat, kerabat jauh akan menjadi dekat dan yang kenal akan semakin akrab. Ketika seorang anak sakit, orang tua akan semakin sayang dan perhatian terhadap anaknya. Sebaliknya, ketika orang tua sakit, sang anak akan semakin sayang dan hormat kepada orang tuanya.

Alangkah mulianya Allah yang telah meciptakan segala-galanya tanpa sia-sia. Hanya satu sakit yang Dia timpakan kepada manusia. Akan tetapi, begitu banyak kebaikan yang dikandungnya. Kebaikan bagi si sakit yang sabar, kebaikan bagi orang tua dan keluarga yang melayani, kebaikan bagi masyarakat yang berbondong-bondong menjenguk, kebaikan bagi semua doa yang terucap.
READ MORE - - Bagi Orang yang Beriman Sesungguhnya Sakit adalah Kafarah Dosa -

Sabtu, 11 Desember 2010

SBY tak demokratis jika menggugat KEISTIMEWAAN JOGJA


Demokrasi , demokrasi seolah olah menjadi alsan setiap orang dalam berbeda pendapat, mendirikan partai baru entah karena tak sepaham atau karena tak kebagihan kdudukan yang di inginkan ,, , atatu merasa tak di anggap di parati sebleumnya ... ya walaupun sama aja semua partai entah yang berbagground keagaamaan nasinalas, demokratis , semua cendrung hanya sebagai media utuk mengusai jabatna tertinggi ,,, namuan hasil akhirnya ,,, Lupa pada rakyat, dan lebih mementingkan partainya.. ( pa mungkin si terpiklih tak di tanggih janji janji oleh paratai... haaa )

kalo kita lihat masalah keistimewaan Jogja dan demokrasi Ala YTH presiden SBY. Demokrasi ( dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat ).. Tapi Demokrasi bukan berarti Harus pemilu, dan terkadang pemilu malah justru aka menimbulkan perpecahan di dalam kehidupan sosial Rakyat, dan yang terpilih malah mengorupsi uang rakyat.

Jika JOgja di pimpin OLEH seorang SULTAN (aslin keturunan RAKYAT ngayogjokarto) yang mendapat kepercayaaan penuh DARI RAKYAT Jogja, dan sultan dalam mengabdikan diri UNTUK RAKYAT jogja, dan hasilnya semua rakyat Jogja juga sejahtera, tentram, juga lebih apik tatanan Kotanya dari pada IBU Kota jogja karta ( di mana presiden berada ) .
>>>> bukan kah itu demokrasi Bagi jogja yang sebenarnya, dari rakyat Jogja, oleh rakyat Jogja,untuk rakyat Jogja )<<<<<
terus tiba tiba Sby sebagai presiden negra demokrasi dan katanya atas nama demokrasi " menggugat dan mengharuskna Jogja Untuk melakukan PEMILU ( yang di inginkan hanya oleh politikus, yang haus kekuasaan dan korupsi, dan bukan ini yang di inginkan oleh rakyat jogja, mereka ingin di pimpin sultan ), MERUBAH keistimewaan Jogja sebagai KESULTANAN monarki ( meski tak basolut ) sedang itulah keinginan dan kebanggaan RAKYAT jogja ( Rakyat Jogja tak ingin di pimpin oleh para koruptor, egois memetingkan kepentinganpartai daripadfda kepentingan Rakyat, Yang cuma OM dO , tapi lamaban dalam bertindak),

>>>> INIKAH demokrasi Ala YTH presiden SBY . MEMAKSAKAN sistem yang tak di inginkan OLEH RAKYAT, menolak pemimpin yang di inginkan DARI Rakyat DAN MERAKYAT dan menggatinya dg POLTIKUS BEJAT se[perti di gedung2 DPR yang tak sepi dari uang suap?, >>>>> SBY biarpun pimpinan dewan pemibina partai DEmokrat tapu beliu YTH SBY sudah lupa makna akan demokrasi yang sebnarnya .
Status of the province of Yogyakarta the first time on 5 September 1945, when King Ngayogyakarta Hadiningrat lane with Paku Alam VIII, IX, states that the State Ngayogyakarta Sultanate is part of the Unitary Republic of Indonesia (NKRI) Soekarno Hatta proclaimed on August 17, 1945. Status provinsi Yogyakarta pertama kali pada 5 September 1945, ketika Raja Ngayogyakarta Hadiningrat jalur dengan Paku Alam VIII, IX, menyatakan bahwa Negara Ngayogyakarta Kesultanan adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Soekarno Hatta memproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sultan Paku Alaman Mandate together later called Mandate 5 September is a form of support Ngayogyakarta Royal Sultanate of NKRI. Sultan Paku Alaman Mandat bersama kemudian disebut Amanat 5 September merupakan bentuk dukungan Kesultanan Ngayogyakarta Royal NKRI.

When Indonesia proclaimed as an independent state by the Soekarno-Hatta, in fact the kingdom of Yogyakarta, and so are other kingdoms in the territory of the former Dutch colony could only break away from the Unitary Republic of Indonesia. Ketika Indonesia diproklamasikan sebagai sebuah negara merdeka oleh Soekarno-Hatta, sebenarnya kerajaan Yogyakarta, dan begitu juga kerajaan lain di wilayah bekas koloni Belanda hanya bisa melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

But it turns out lane Paku Alam VIII, IX and provide support to the Republic of Indonesia and the mandate that was signed with the Sultan Paku Alam with special regional status. Tapi ternyata jalur Paku Alam VIII, IX dan memberikan dukungan kepada Republik Indonesia dan mandat yang ditandatangani dengan Sultan Paku Alam dengan status daerah khusus.

The specialty of Yogyakarta was also welcomed by the founding father of Indonesia in the issuance of a legal umbrella known as the charter of confirmation. Keistimewaan Yogyakarta juga disambut oleh bapak pendiri Indonesia dalam penerbitan payung hukum yang dikenal sebagai piagam konfirmasi. Legal umbrella is actually issued by Sukarno, who was sitting in BPUPKI and PPKI on August 19, 1945. Payung hukum sebenarnya dikeluarkan oleh Sukarno, yang duduk di BPUPKI dan PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945.

Charter decision is then handed over to Sri Sultan Hamengkubuwono IX and Paku Alam VIII on September 6, 1945. Piagam keputusan kemudian diserahkan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII pada tanggal 6 September 1945.

Since then, the status attached to the Yogyakarta special region and specified in Act No 3 of 1950 Jo Law No. 19 of 1950 on the Establishment of the Special Region of Jogjakarta. Sejak itu, status yang melekat pada khusus wilayah Yogyakarta dan ditetapkan dalam UU No 3 Tahun 1950 Jo Undang-undang Nomor 19 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta.

The consequence of this means a leader (governor and vice governor) of the province of Yogyakarta is king Ngayogyakarta Sultanate with his deputy was king of the Paku Alam, who had been occupied lane Paku Alam IX and VIII and then proceed (see inherited) to the Sultan Hamengku Lane X and Paku Alam IX. Konsekuensi dari hal ini berarti pemimpin (Gubernur dan Wakil Gubernur) dari Provinsi Yogyakarta adalah raja Ngayogyakarta Hadiningrat dengan wakilnya adalah raja Paku Alam, yang telah lajur diduduki Paku Alam IX dan VIII dan kemudian dilanjutkan (lihat diwariskan) untuk Sultan Hamengku Lane yang X dan Paku Alam IX.

These conditions have been peaceful until then appeared to Law No. 32 of 2004 on Regional Government. Kondisi ini telah damai sampai kemudian muncul Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. In the Act, provided that the governor and deputy governor of a province in NKRI elected in provincial elections (elections) with a maximum term of 10 years or two elections. Dalam Undang-Undang, dengan ketentuan bahwa gubernur dan wakil sebuah provinsi di NKRI terpilih dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan jangka waktu maksimal 10 tahun atau dua pemilu.

Yogyakarta Special Region must also follow the rules in the law. Daerah Istimewa Yogyakarta juga harus mengikuti aturan di hukum. That is Sri Sultan Hamengkubuwono X and Paku Alam IX must follow the election if it wants to be gubernu and deputy governor again. Itulah Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Paku Alam IX harus mengikuti pemilihan umum jika ingin menjadi gubernu dan wakil gubernur lagi. Until then the government (central) filed a bill (the bill) to Yogyakarta, which until now has not been completed. Sampai maka pemerintah (pusat) telah mengajukan tagihan (tagihan) ke Yogyakarta, yang sampai sekarang belum selesai. Though the bill is expected to be a solution for the privilege of Yogyakarta. Meskipun RUU ini diharapkan menjadi solusi bagi hak istimewa Yogyakarta.

It was then that Sri Sultan Hamengkubuwono X whose term of office was extended twice governor expressed the need for a referendum conducted for the province of Yogyakarta. Saat itulah Sri Sultan Hamengkubuwono X yang masa jabatannya diperpanjang dua kali gubernur menyatakan perlunya referendum dilakukan untuk provinsi Yogyakarta. The referendum for the people of Yogyakarta, is the governor and deputy governor later assigned or chosen in the election. Referendum bagi rakyat Yogyakarta, adalah gubernur dan wakil gubernur kemudian ditetapkan atau dipilih dalam pemilu. Although there were many, the burst of the Sultan was simply to satirize the government (central) and the Parliament to settle the bill immediately. Meskipun ada banyak, ledakan Sultan adalah hanya untuk menyindir pemerintah (pusat) dan DPR untuk menyelesaikan RUU ini segera.

Indeed, during this special status of Yogyakarta impressed hanged by the government and parliament. Memang, selama ini status khusus dari Yogyakarta terkesan digantung oleh pemerintah dan parlemen. The government on one side of the House accused the slow finish the discussion on the other side of the House accused the government arrested the bill was in the Ministry of Interior. Pemerintah pada satu sisi DPR menuduh menyelesaikan memperlambat pembahasan di sisi lain DPR menuduh pemerintah menahan RUU tersebut di Departemen Dalam Negeri. Is it true that a referendum will be the solution, like raised Sri Sultan Hamengku Buwono X? Apakah benar bahwa referendum akan menjadi solusi, seperti mengangkat Sri Sultan Hamengku Buwono X? And this is worrying because the next could be a bad precedent for other provinces can also be the beginning of national disintegration and dissolution of the Unitary Republic of Indonesia. Indonesia Today Dan ini mengkhawatirkan karena berikutnya bisa menjadi preseden buruk bagi provinsi lain juga bisa menjadi awal disintegrasi nasional dan pembubaran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia Hari ini

Piagam untuk Sultan Yogyakarta

Piagam Kedudukan Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX

Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan:

Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedudukannya,

Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagian daripada Republik Indonesia.

Jakarta, 19 Agustus 1945

Presiden Republik Indonesia

Ir. Sukarno

Piagam untuk Pangeran Pakualam

Piagam Kedudukan Sri Paduka Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII

Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan:

Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII Ingkang Kaping VIII, pada kedudukannya,

Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Gusti akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Paku Alaman sebagai bagian daripada Republik Indonesia.

Jakarta, 19 Agustus 1945

Presiden Republik Indonesia

Ir. Sukarno


READ MORE - SBY tak demokratis jika menggugat KEISTIMEWAAN JOGJA

Rabu, 08 Desember 2010

Mengapa Dianjurkan Membaca Alquran Meski Tidak Tahu Artinya?

Syahdan tersebutlah Seorang kakek tua tinggal di sebuah perkebunan di sebuah desa yang cukup terpencil bersama cucu laki-lakinya. Setiap pagi Sang kakek bangun pagi dan duduk dekat perapian sambil menghangaatkan diri membaca Al-qur’an. Sang cucu ingin menjadi seperti kakeknya dan memcoba menirunya seperti yang disaksikannya setiap hari.

Suatu hari ia bertanya pada kakeknya : “ Kakek, aku coba membaca Al-Qur’an sepertimu tapi aku tak bisa memahaminya, dan walaupun ada sedikit yang aku pahami segera aku lupa begitu aku selesai membaca dan menutupnya. Jadi apa gunanya membaca Al-quran jika tak memahami artinya ?

Sang kakek dengan tenang sambil meletakkan batu-batu di perapian, memjawab pertanyaan sang cucu : “Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku kembali dengan sekeranjang air.”

Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tetapi semua air yang dibawa habis sebelum dia sampai di rumah. Kakeknya tertawa dan berkata, “Kamu harus berusaha lebih cepat lain kali “.

Kakek itu meminta cucunya untuk kembali ke sungai bersama keranjangnya untuk mencoba lagi. Kali ini anak itu berlari lebih cepat, tapi lagi-lagi keranjangnya kosong sebelum sampai di rumah.

Dengan terengah-engah dia mengatakan kepada kakeknya, tidak mungkin membawa sekeranjang air dan dia pergi untuk mencari sebuah ember untuk mengganti keranjangnya.

Kakeknya mengatakan : ”Aku tidak ingin seember air, aku ingin sekeranjang air. Kamu harus mencoba lagi lebih keras. ” dan dia pergi ke luar untuk menyaksikan cucunya mencoba lagi. Pada saat itu, anak itu tahu bahwa hal ini tidak mungkin, tapi dia ingin menunjukkan kepada kakeknya bahwa meskipun dia berlari secepat mungkin, air tetap akan habis sebelum sampai di rumah. Anak itu kembali mengambil / mencelupkan keranjangnya ke sungai dan kemudian berusaha berlari secepat mungkin, tapi ketika sampai di depan kakeknya, keranjang itu kosong lagi. Dengan terengah-engah, ia berkata : ”Kakek, ini tidak ada gunanya. Sia-sia saja”.

Sang kakek menjawab : ”Nak, mengapa kamu berpikir ini tak ada gunanya?. Coba lihat dan perhatikan baik-baik keranjang itu .”

Anak itu memperhatikan keranjangnya dan baru ia menyadari bahwa keranjangnya nampak sangat berbeda. Keranjang itu telah berubah dari sebuah keranjang batu yang kotor, dan sekarang menjadi sebuah keranjang yang bersih, luar dan dalam. ” Cucuku, apa yang terjadi ketika kamu membaca Qur’an ? Boleh jadi kamu tidak mengerti ataupun tak memahami sama sekali, tapi ketika kamu membacanya, tanpa kamu menyadari kamu akan berubah, luar dan dalam.

Dalam Renungan..

Sumber : Komunitas Tahajjud

READ MORE - Mengapa Dianjurkan Membaca Alquran Meski Tidak Tahu Artinya?

Bukti Keistimewaan Al-Qur’an: Sebuah Tantangan Bagi Yang Masih Ragu


Posted by Anoenk at 10:35 PM on 26, Feb 2010

Bukti Keistimewaan Al-Qur’an: Sebuah Tantangan Bagi Yang Masih Ragu

Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya untuk manusia. Tapi sering kali Al-Qur’an hanya seringkali hanya dibaca dan dilagukan dengan indah. Padahal tidak hanya itu. Al-Qur’an merupakan pedoman hidup, sumber ilmu dan inspirasi. Jika dijadikan pedoman hidup, maka akan membawa keselamatan. Jika digali terus-menerus, ilmu dan inspirasi yang didapatkan tidak akan pernah kering

Ya, Al-Qur’an adalah sumber yang tidak pernah kering bagi pencari kebenaran, menjadi rujukan para ahli bahasa, sumber kajian para ahli fuqaha, dan sumber argumentasi para ahli hukum. Al-Qur’an juga menjadi kajian yang tidak pernah habis bagi para sosiolog, ekonom dan politisi, memberi inspirasi bagi para penyair dan pujangga. Bahkan, untuk ilmu saints dan biologi yang disinyalir menempati ilmu kasta tertinggi dalam kehidupan manusia, Al-Qur’an tetap tiada bandingannya. Jika ingin beberapa bukti, inilah sekelumit bukti yang bisa direnungkan

Keseimbangan Padanan Kata dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa Arab yang fasih, sehingga sejak masa turunnya sampai sekarang tidak ada yang dapat menandingi ketinggian dan keindahannya bahasanya. Al-Qur’an berisi 77.439 kata, 323.015 huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya. Misalnya kata “Hayat”, yang artinya “hidup” terulang sebanyak 145 kali, sama dengan berulangnya kata “maut” yang artinya “mati”. Kata “akhirat” terulang sama dengan kata “dunia” sebanyak 115 kali. Kata “malaikat” terulang 88 kali, sama dengan terulangnya kata “setan”. Demikian pula kata “yaum” yang artinya “tahun” terulang sebanyak 365 kali, yaitu jumlah hari dalam setahun. Kata “yahr” yang artinya bulan, di ulang sebanyak 12 kali, yakni sama dengan jumlah bulan dalam setahun.

Menembus Seluruh Waktu, Tempat dan Sasaran

Dari segi Waktu, Al-Quran berbicara tentang masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Kisah umat dan nabi jaman dahulu baik itu kesuksesan dan kegagalannya menjadi pelajaran untuk umat sekarang dan masa yang akan datang. Lihatlah contoh kisa Fir’aun yang menyombongkan diri lalu mati mengenaskan di laut merah, sedangkan tubuhnya diselamatkan Allah sebagai pelajaran bagi umat sesudahnya. Simaklah ayat berikut:

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu[704] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami. (QS Yunus, 10:92)

Keterangan:

[704] Yang diselamatkan Allah ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir’aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di musium Mesir, Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan.

Dari segi materi, Al-Quran berbicara tentang segala segi kehidupan manusia. Seluruh aspek hidup disentuh Al-Qur’an, dan manusia diberi pengarahan dan bimbingan tentang prinsip-prinsip dasar yang dapat dijadikan pijakan utama.

Al-Quran merupakan satu-satunya kitab suci yang paling banyak dibaca orang dalam sejarah kehidupan manusia dari berbagai masa dan bangsa. Dikumandangkan setiap waktu oleh milyaran orang diseluruh dunia dengan bacaan yang teratur dan tertib.

Dari segi sejarah, tidak ada kitab suci yang tidak pernah berubah satu huruf pun dalam waktu ratusan tahun. Tiada pertentangan tentang keaslian Al-Qur’an.

Dari segi ruang, Al-Quran berbicara mengenai semua wilayah di daratan, lautan maupun angkasa raya. Yang mendorong para ahli untuk mengeksplorasinnya. Khusus untuk mengenai bahasan angkasa raya, anda dapat mengupasnya di sini (link)

Dari segi ilmu pengetahuan, cobalah simak saja beberapa ayat yang menerangkan proses terjadinya manusia sejak dalam kandungan hingga menjadi terlahir dengan sempurna berikut ini:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)

12. Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.

13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).

14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

Masih banyak yang akan kita gali dari Al-Qur’an. Sebagaimana akan terus ditulis dan digali dalam blog ini. Ilmu dan inspirasi dalam Al-Qur’an adalah obyek yang sangat menarik, dan tentu saja apa yang kita lakukan tidak akan pernah sia-sia. Pahala dan manfaat yang tiada ternilai akan kita dapatkan. Jadi bagi anda pembaca, semoga perjalanan kita dalam mencari ilmu dan inspirasi Al-Qur’an akan selalu dinaungi Allah. Aamiin.

READ MORE - Bukti Keistimewaan Al-Qur’an: Sebuah Tantangan Bagi Yang Masih Ragu

Senin, 27 September 2010

Ilmuwan Albert Einstein adalah seorang muslim ( Islam bermazhab Syi'ah...benarkah?

ilmuwan Albert Einstein

Kantor berita Iran IRIB (24/9) baru-baru ini melansir sebuah berita yang menyatakan bahwa ilmuwan Albert Einstein adalah seorang penganut Syiah. IRIB mengutip sebuah surat rahasia Albert Einstein, ilmuan Jerman penemu teori relatifitas itu, yang menunjukkan bahwa dirinya adalah penganut mazhab Islam tersebut.



Berdasarkan laporan situs mouood.org, Einstein pada tahun 1954 dalam suratnya kepada Ayatullah Al-Uzma Sayid Hossein Boroujerdi, marji besar Syiah kala itu, menyatakan, “Setelah 40 kali menjalin kontak surat-menyurat dengan Anda (Ayatullah Boroujerdi), kini saya menerima agama Islam dan mazhab Syiah 12 Imam”.

Einstein dalam suratnya itu menjelaskan bahwa Islam lebih utama ketimbang seluruh agama-agama lain dan menyebutnya sebagai agama yang paling sempurna dan rasional. Ditegaskannya, “Jika seluruh dunia berusaha membuat saya kecewa terhadap keyakinan suci ini, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walau hanya dengan membersitkan setitik keraguan kepada saya”.

Einstein dalam makalah terakhirnya bertajuk Die Erklärung (Deklarasi) yang ditulis pada tahun 1954 di Amerika Serikat dalam bahasa Jerman menelaah teori relatifitas lewat ayat-ayat Alquran dan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib as. dalam kitab Nahjul Balaghah. Ia mengatakan, hadis-hadis punya muatan seperti ini tidak bakal di mazhab lain. Hanya mazhab Syiah yang memiliki hadis dari para Imam mereka yang memuat teori kompleks seperti Relativitas. Sayangnya, kebanyakan ilmuannya tidak mengetahui hal itu.

Dalam makalahnya itu, Einstein menyebut penjelasan Imam Ali as tentang perjalanan mikraj jasmani Rasulullah ke langit dan alam malakut yang hanya dilakukan dalam beberapa detik sebagai penjelasan Imam Ali as yang paling bernilai.

Salah satu hadis yang menjadi sandarannya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Allamah Majlisi tentang mikraj jasmani Rasulullah saw. Disebutkan, “Ketika terangkat dari tanah, pakaian atau kaki Nabi menyentuh sebuah bejana berisi air yang menyebabkan air tumpah. Setelah Nabi kembali dari mikraj jasmani, setelah melalui berbagai zaman, beliau melihat air masih dalam keadaan tumpah di atas tanah.” Einstein melihat hadis ini sebagai khazanah keilmuan yang mahal harganya, karena menjelaskan kemampuan keilmuan para Imam Syiah dalam relativitas waktu. Menurut Einstein, formula matematika kebangkitan jasmani berbanding terbalik dengan formula terkenal “relativitas materi dan energi”.

E = M.C² >> M = E : C²

Artinya, sekalipun badan kita berubah menjadi energi, ia dapat kembali berujud semula, hidup kembali.

Dalam suratnya kepada Ayatullah al-Uzma Boroujerdi, sebagai penghormatan ia selalu menggunakan kata panggilan “Boroujerdi Senior”, dan untuk menggembirakan ruh Prof. Hesabi (fisikawan dan murid satu-satunya Einstein asal Iran), ia menggunakan kata “Hesabi yang mulia”. Naskah asli risalah ini masih tersimpan dalam safety box rahasia London (di bagian tempat penyimpanan Prof. Ibrahim Mahdavi), dengan alasan keamanan.

Risalah ini dibeli oleh Prof. Ibrahim Mahdavi (tinggal di London) dengan bantuan salah satu anggota perusahaan pembuat mobil Benz seharga 3 juta dolar dari seorang penjual barang antik Yahudi. Tulisan tangan Einstein di semua halaman buku kecil itu telah dicek lewat komputer dan dibuktikan oleh para pakar manuskrip.

Sumber: eramuslim dan “Bagaimana Sebuah Hadis Membuat Einstein Terkesima?”

Catatan: Semua kembali kepada pembaca! Saya coba cari link dari situs luar ternyata susah. Dari sebuah situs diskusi berbahasa Arab, seperti biasa muncul teori konspirasi di mana para ilmuwan Eropa berusaha menutupinya. Saya juga coba cek daftar publikasi milik Einstein tapi enggak nemu judul “Die Erklarung”, yang ada salah satunya adalah “Erklärung der Perihelbewegung des Merkur aus der allgemeinen Relativitätstheorie” (Explanation of the Perihelion Motion of Mercury from the General Theory of Relativity). Entahlah… tapi saya juga nemu gambar “ayatullah” Einstein :lol:

sumber:http://ejajufri.wordpress.com/


Komentar khusus

abdullah al-musawi berkata:

Tiga tahun lalu saya baca artikel itu. Saya pun terinspirasi untuk melakukan sesuatu. Dg sedikit perubahan dlm konsep gerak, saya temukan suatu rumus yg dpt jelaskan mengapa HAJAR SAKHRAH dpt terapung. Kebetulah di Rajab pd syahadah Imam Musa Kazhim as, sehingga saya beri nama SIMETRI II KAZHIMI.

Waktu berlalu, saya temukan dr ayat 2.261 dan 8.41 dlm bentuk yg aksiomatik, bhw 1/2 x NAFQAH = 1 Tahun Hijriyah x KHUMS, rumus yg lbh umum dan berlaku utk smw hukum fisika.

Cukup alasan utk menyebut simetri (symmetry), dan bukan sekedar postulat spt Einstein.

Segera stlh itu, muncullah SIMETRI I KAZHIMI, “setiap kerangka simetri memiliki bulan”. Istilah “kerangka simetri” menggantikan kerangka inersia Einstein yg hayali. Dg munculnya bulan, maka sebuah ungkapan indah pun muncul, PURNAMA KAZHIMI SINGKIRKAN GERHANA LORENTZ. Dan cita2 Einstein ttg Unified Field Theory (teori medan terpadu) pun terbentuk



Source: Banjarku Umai Bungasnya: Ilmuwan Albert Einstein adalah seorang muslim ( Islam bermazhab Syi'ah...benarkah??!!) http://banjarkuumaibungasnya.blogspot.com/2010/09/ilmuwan-albert-einstein-dalah-seorang.html#ixzz10iwXtcba
Under Creative Commons License: Attribution
READ MORE - Ilmuwan Albert Einstein adalah seorang muslim ( Islam bermazhab Syi'ah...benarkah?

Rabu, 08 September 2010

NIKAH MUT’AH


Mut’ah adalah tradisi pra Islam[13] yang masih dipelihara oleh kelompok Shiah (Imamiyyah[14] dan Ja’fariyyah[15]). Praktek mut’ah walaupun sering disebut sebagai khas Shiah, akan tetapi paktek tersebut secara formal hanya berlaku di Iran[16] dan diamini hanya oleh kelompok tradisionalis Shi’ah. Praktek ini disebut dengan mut’ah karena tujuannya adalah perolehan kenikmatan seksual (istimta) dalam jangka waktu tertentu (ajal) dan ongkos tertentu (ajr) dan , berbeda dengan pernikahan pada umumnya yang bertujuan memperoleh keturunan (procreation).[17]

Bagi pendukung mut’ah, praktek ini dilegitimasi oleh al-Qur’an, surat al-Nisa’ (4): 24

24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki[282] (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian[283] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu[284]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.


[282]. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.
[283]. Ialah: selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa' ayat 2324.
[284]. Ialah: menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan. "
dan

,[18] walaupun menurut pihak lain, ayat-ayat tersebut tidak berbicara dalam konteks mut’ah. sedangkan teks hadis mengatakan bahwa nikah mut’ah telah dilakukan pada masa kenabian. Dikatakan, sebagian sahabat Nabi, terutama ketika mereka harus berperang atau melakukan perjalanan dan bermukim beberapa waktu di sebuah kota yang asing, mempraktekkan bentuk pernikahan ini. Bahkan kabar miring menyatakan Nabi pernah melakukannya,[19] akan tetapi pernyataan ini tidak didukung oleh bukti yang kuat. Praktek tersebut terus berlanjut sampai pasca kenabian. Pendukung mut’ah sama sekali tidak melihat adanya larangan langsung dari Nabi, kecuali dari ‘Umar b. Khattab. Larangan ‘Umar terhadap nikah mut’ah pada masa khilafahnya, menurutnya semata-mata kreasi ‘Umar dan lebih didasarkan pada perasaan dislike ‘Umar terhadap ‘Ali yang disebut-sebut juga melakukan mut’ah.[20]

Sedangkan teks yang lain menyatakan bahwa mut’ah memang telah dipraktekkan pada masa kenabian, akan tetapi pada masa itu juga praktek tersebut telah dianulir oleh Nabi Saw., hal ini dapat dilihat dalam kitab Sahih Muslim, Sharh al-Nawawi dan Sahih al-Bukhari. Dalam kitab yang terakhir misalnya, ada riwayat yang dilekatkan pada ‘Ali r.a. yang menyataka bahwa Nabi saw. melarang praktek tersebut pada perang Khaybar.[21]

Terlepas dari informasi teks yang paradoks di atas, nikah mut’ah bukanlah tipikal pernikahan yang diidealisasikan Islam. Persoalannya bukan semata karena pranata tersebut bagian dari tradisi Arab-Jahiliyyah pra-Islam. Akan tetapi karena secara subtansial praktek mut’ah berseberangan dengan visi humanistic Islam terkait dengan relasi egalitarian antara laki-laki dan perempuan. Secara teoritis, nikah mut’ah pada dasarnya adalah transaksi dengan obyek perdagangannya adalah wanita. Dalam bahasa yang lebih kasar mut’ah adalah untuk kepentingan laki-laki, sementara perempuan adalah musta’jar (hired); menyewakan “organ seks-nya” dalam jangka waktu tertentu.[22] Praktek-praktek seperti ini bisa membawa pada perdagangan manusia dan prostitusi terselubung.

Hal tersebut dikuatkan dengan satu informasi bahwa pada masa pra-Islam, mut’ah merupakan bentuk “prostitusi relijius” yang dilaksanakan pada saat upacara festival Mekkah.[23] Schatt juga menyatakan bahwa relasi seksual pada masa tersebut tidak begitu banyak diwarnai oleh praktek poligini, walaupun praktek ini telah dikenal. Hal tersebut dibuktikan dengan longgarnya hubungan antar jenis kelamin, frekuensi perceraian, pergundikan dan juga perbudakan. Semua itu, menurut Schatt, terkadang menyebabkan sulitnya menarik garis yang tegas yang memisahkan antara pernikahan dan prostitusi.[24] Menarik apa yang dinyatakan Richard bahwa paid sex adalah fenomena social yang diatur secara berbeda dalam setiap masyarakat sesuai dengan standar moralitas dan pertimbangan pasar dan kesehatan. Bagaimanapun Islam dan Kristen menegaskan bahwa prostitusi melawan moral secara umum, akan tetapi kenyataannya praktek tersebut ditoleransi, bahkan diorganisasikan oleh masyarakat dengan pertimbangan “kebutuhan” dan menghindari kejahatan.[25]

Menurut Halim Barakat, subordinasi perempuan adalah karakter dasar keluarga Arab. Bentuk-bentuk subordinasi tersebut antara lain dalam regulasi-regulasi yang mengatur perkawinan, perceraian dan kewarisan.[26] Pada dasarnya suatu bentuk pernikahan dalam lingkungan budaya tertentu menggambarkan seberapa jauh lingkungan budaya tersebut memposisikan harkat dan martabat seorang wanita. Pada lingkungan budaya patriarkhal Arab pra-Islam, adalah wajar bila nikah mut’ah merupakan satu pilihan. Secara umum model pernikahan ini menempatkan wanita sebagai obyek. Wanita dalam konteks nikah mut’ah laksana barang dagangan (sil’ah) yang dapat berpindah-pindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain. Kalau ada yang mengatakan bahwa justru dengan nikah mut’ah harkat wanita bisa terangkat, itu sifatnya sangat artifisial. Nikah mut’ah juga bukan merupakan bentuk solusi relijius bagi kebutuhan biologis manusia – selain karena praktek ini bertentangan dengan tujuan-tujuan syara’, yaitu antara lain mengancam kemaslahatan wanita dan keturunan (hifd al-nasl) – hukum Islam telah membuka kran lain, yaitu poligini. Praktek yang terakhir ini pun mempunyai batasan-batasan sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan spirit hukum Islam.


PENUTUP

Nikah mut’ah pada dasarnya adalah bagian dari tradisi masyarakat Arab pra Islam. Tradisi ini merupakan bagian dari pengejawantahan kultur sistem kekerabatan patriarkhal yang menjadikan laki-laki sebagai poros. Sementara wanita hanya berada dalam wilayah pinggiran yang sering kali dieksploitasi untuk kepentingan sudut laki-laki, termasuk dalam persoalan sex dan mut’ah. Kemudian Islam datang dengan cita-cita reformasi tradisi Arab.

Reformasi tradisi tersebut bisa bersifat destruktif, apresiatif dan akomodatif terhadap tradisi. Islam memberikan seperangkat nilai ideal dan cita ketuhanan dan ini harus menjadi barometer materi dan bentuk tradisi Arab Islam. secara umum dasar dan tujuan reformasi tersebut adalah mewujudkan social equity dan humanisasi tradisi.

Dalam konteks social equity dan humanisasi tradisi tersebut, Islam pada dasarnya hendak mentransformasikan sistem kekerabatan patrilineal Arab menuju sistem kekerabatan bilateral. Ini bisa dilihat pada aturan-aturan perkawinan dalam al-Qur’an yang bersifat kontradiktif terhadap aturan-aturan perkawinan dalam sistem patrilineal.

Berdasar cita-cita reformasi dan transformasi tradisi di atas, maka mut’ah adalah bagian dari tradisi yang disikapi secara apresiatif dan direkontruksi. Karakter dasar perkawinan Arab dengan berbagai modelnya yang subordinatif terhadap perempuan direkonstruksikan menjadi model perkawinan yang bersifat bilateral yang menekankan pada kesetaraan suami dan istri dan pola interaksi yang humanis sebagaimana ideal – moral al-Qur’an. Ideal-moral inilah yang mengatasi praktek-praktek tradisi yang bersifat lokal dan temporal sebagaimana tradisi mut’ah Arab pra Islam ataupun tradisi dan model perkawinan tertentu pada era kontemporer yang mempunyai subtansi yang sama dengan mut’ah.

http://abidponorogo.wordpress.com/artikel/nikah-mutah/

READ MORE - NIKAH MUT’AH

Senin, 06 September 2010

MENGAPA UMAT KRISTIANI TIDAK DIWAJIBKAN BERKHITAN / SUNAT?

Berdebat masalah wajib tidaknya berkhitan (sunat) dalam ajaran agama Kristen, sebenarnya itu termasuk masalah yang sudah usang. Sebab hal tersebut sudah sangat jelas dan gamblang dalam Alkitab (Bible). Berkhitan (sunat) merupakan suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap laki-laki.

Asal mula perintah berkhitan (sunat) dalam kitab Kejadian pasal 17 ayat 9:14 sebagai berikut :

(9) Lagi firman Allah kepada Abraham: "Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjianKu, engkau dan keturunanmu turun-temurun.
(10) Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu Berta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat;
(11) haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu.
(12) Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: balk yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.
(13) Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau bell dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal
(14) Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku."

Perintah Allah tersebut sangat jelas dan tegas. Bahkan sanksinya sangat berat bagi yang tidak berkhitan. Ini membuktikan bahwa bersunat hukumnya wajib sebab ancamannya hukuman mati. Tapi hampir dalam setiap perdebatan, umumnya jawaban mereka sebagai berikut: (1) khitan itu ajaran di kitab Perjanjian Lama, bukan dalam kitab Perjanjian Baru; (2) hanya berlaku bagi orang Yahudi; (3) yang penting sunat hati; (4) khitan itu demi untuk kesehatan dll.

Mari kita lihat dan bahas satu persatu jawaban mereka menurut urutan.

1. Memang asal mula perintah Allah mewajibkan berkhitan, tertulis dalam kitab Perjanjian Lama. Tapi perintah Allah tersebut berlaku turun temurun (ayat 12) dan merupakan perjanjian yang kekal. Kekal artinya abadi atau seterusnya (ayat 13). Kenyataannya dalam kitab Perjanjian Baru, Allah tidak pernah membatalkan perintah tersebut. Dan Yesus pun tidak mungkin melarang bersunat, sebab dia sendiri saja bersunat tepat pada hari kedelapan sesuai perintah Tuhannya. "Dan ketika genap delapan hari dan la harus disunatkan, la diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum la dikandung ibu-Nya. " (Luk 2:21)


2. Kalau khitan hanya berlaku untuk orang Yahudi saja, berarti misi Yesus hanya untuk orang Yahudi juga. Jika demikian, mengapa mengikuti agama untuk orang Yahudi saja? Padahal orang di luarYahudi juga wajib mengikuti hukum Musa. Tetapi beberapa orang dari golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, datang dan berkata: Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa." (Kis 15:5)

3. Umumnya dikatakan bahwa sunat daging sudah tidak berlaku lagi, sebab sudah diganti oleh Yesus dengan "sunat hati". Padahal sunat daging dan sunat hati adalah dua perintah yang berbeda, yang sama-sama tertulis dalam kitab yang sama pula, yaitu Taurat Musa, yang satu sama lainnya tidak saling mengganti.

4. Alasan demi untuk kesehatan pun keliru, sebab orang berkhitan (sunat), bukan karena demi kesehatan, tapi karena mengikuti perintah Allah. Adapun hikmahnya yaitu demi kesehatan.


Alasan Tidak Wajib Khitan

Jawabannya sederhana saja yaitu karena Paulus melarang bersunat.

"Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. " (Gal 5:2)

"Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Krislus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman bekerja oleh kasih. " (Gal 5:6)

"Kalau seorang dipanggil dalam keadaan bersunat, janganlah ia berusaha meniadakan tanda-tanda sunat itu. Dan kalau seorang dipanggil dalam keadaan tidak bersunat, janganlah ia mau bersunat. Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah. (1 Kor 7:1819)

sejarah khitan juga ada pada bangasa terdahulu..... dan bisa di buktikan dg di temukannay bukti relisf yang mnerangkan tentnag khitan lihta

http://www.alqowamgroup.com/index.php?option=com_content&view=article&id=130:keajaiban-khitan&catid=16:kesehatan-dan-thibbun-nabawi&Itemid=69
READ MORE - MENGAPA UMAT KRISTIANI TIDAK DIWAJIBKAN BERKHITAN / SUNAT?

Senin, 30 Agustus 2010

Bantahan Atas Usia Nikah Aisyah 7 Tahun

Oleh: T.O. Shanavas (www.iiie.net)

Seorang Kristiani suatu kali bertanya ke saya, “Akankah Kamu menikahkan saudara perempuanmu yang berumur tujuh tahun dengan seorang tua berumur lima puluh tahun?” Saya terdiam. Dia melanjutkan,” Jika Kamu tidak akan melakukannya, bagaimana bisa Kamu menyetujui pernikahan gadis polos berumur tujuh tahun, Aisyah, dengan Nabi Kamu?”. Saya katakan padanya,” Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaanmu saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.

Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah. Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu. Nabi merupakan manusia teladan. Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita sebagai Muslim dapat meneladaninya.

Bagaimanapun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur tujuh tahun dengan seorang laki-laki berumur lima puluh tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.

Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah delapan belas tahun, dan calon isteri di bawah enam belas tahun.

Tahun 1931, sidang dalam organisasi-organisasi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur di atas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.

Jadi, saya percaya tanpa bukti yang solid pun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis berumur tujuh tahun dengan Nabi berumur lima puluh tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.

Nabi memang seorang yang “gentleman“. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur tujuh atau sembilan tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadits. Lebih jauh, saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya. Beberapa hadist yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah.

Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi saw dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur tujuh tahun.

BUKTI 1: PENGUJIAN TERHADAP SUMBER

Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibnu `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari ayahnya, yang mana seharusnya minimal dua atau tiga orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun di Madinah, di mana Hisham ibnu `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, di samping kenyataan banyaknya murid-murid di Madinah, termasuk yang terkenal adalah Malik ibn Anas,tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal di sana dan pindah dari Madinah ke Iraq pada usia tua. Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat: ”Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l-Tehzib, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ”Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’bu’l-Tehzib, Ibn Hajar Al-’asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN

Berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan menurut riwayat setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya sehingga catatannya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI

Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islami) sebelum turun wahyu
610 M: Turun wahyu pertama, Abu Bakar menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad saw mulai mengajar ke masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: Dikatakan Nabi saw meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Madinah
623/624 M: Dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

BUKTI 2: MEMINANG

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibnu `Urwah, Ibn Hambal dan Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia tujuh tahun dan mulai berumah tangga pada usia sembilan tahun. Tetapi di bagian lain, Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakar (empat orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari dua istrinya” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, At-Tabari (922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620 M (Aisyah umur tujuh tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia sembilan tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613 M, yaitu tiga tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M). Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada zaman Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikahi. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN

Tabari tidak cukup dapat dipercaya mengenai umur Aisyah ketika menikah.

BUKTI 3: UMUR AISYAH JIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UMUR FATIMAH

Menurut Ibn Hajar, “Fatimah dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, saat Nabi saw berusia 35 tahun.

Fatimah lima tahun lebih tua dari Aisyah” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika pernyataan Ibn Hajar adalah benar, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi saw berusia empat puluh tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi saw pada saat usia Nabi saw 52 tahun, usia Aisyah ketika menikah adalah dua belas tahun.

KESIMPULAN

Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Hambal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia tujuh tahun adalah mitos tak berdasar.

BUKTI 4: UMUR AISYAH DIHITUNG DARI UMUR ASMA’

Menurut Abda’l-Rahman ibn Abi Zanna’d: “Asma’lebih tua sepuluh tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’,Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992).

Menurut Ibn Kathir: “Asma’ lebih tua sepuluh tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, IbnKathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: “Asma’ melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma’ meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal sepuluh atau dua puluh hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari dua puluh hari, atau seratus hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah seratus hari kemudian. Pada waktu Asma’ meninggal, dia berusia seratus tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma’ hidup sampai seratus tahun dan meninggal pada 73 atau 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma’, saudara tertua dari Aisyah berselisih usia sepuluh tahun. Jika Asma’ wafat pada usia seratus tahun di tahun 73 H, Asma’ seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622 M). Jika Asma’ berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia tujuh belas atau delapan belas tahun. Jadi, Aisyah berusia tujuh belas atau delapan belas tahun ketika hijrah pada tahun di mana Aisyah berumah tangga. Berdasarkan Hajar, Ibn Katir dan Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah saw adalah sembilan belas atau dua puluh tahun.

Dalam Bukti 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam Bukti 4, Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar? 12 atau 18 ?

KESIMPULAN

Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

BUKTI 5: PERANG BADAR DAN PERANG UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badar dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir).

Aisyah, ketika menceritakan salah satu momen penting dalam perjalanan selama perang Badar mengatakan: “Ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah saw [pada hari itu] Saya melihat Aisyah dan Ummi-Sulaim dari jauh. Mereka menyingsingkan sedikit pakaiannya (untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tersebut).” Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badar.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn Umar menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak mengijinkan dirinya berpartisipasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia empat belas tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia lima belas tahun, Nabi saw mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tersebut”.

Berdasarkan riwayat di atas:
(a) anak-anak berusia di bawah lima belas tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan
(b) Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud

KESIMPULAN

Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia sembilan tahun ketika itu, tetapi minimal berusia lima belas tahun. Di samping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI 6: SURAT AL-QAMAR (BULAN)

Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum Hijriah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum Hijriah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tersebut diturunkan pada tahun 614 M. Jika Aisyah memulai berumah tangga dengan Rasulullah saw pada usia sembilan tahun di tahun 623 M atau 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah dalam bahasa Arab) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat di atas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), dengan kata lain telah berusia enam sampai tiga belas tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar. Dan oleh karena itu, sudah pasti berusia 14 – 21 tahun ketika dinikahi Nabi saw.

KESIMPULAN

Riwayat ini juga menyelisihi riwayat pernikahan Aisyah yang berusia sembilan tahun.

BUKTI 7: TERMINOLOGI BAHASA ARAB

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hambal, sesudah meninggalnya istri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi saw dan menasehati Nabi saw untuk menikah lagi. Nabi saw bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia sembilan tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main seperti dinyatakan di atas, adalah jariyah. Bikr di sisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia sembilan tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hambal, Vol. 6, p.210, Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Dan sekali lagi, “Bikr” itu adalah perempuan cukup umur yang belum pernah merasakan pernikahan (Lane’s Arabic English Lexicon dictionar).

Kalau gadis kecil umur 7-9 tahun itu lebih tepat disebut jariyah. Kalau memang Aisyah adalah Bikr sewaktu menikah dengan Rasul Saw, maka menurut terminology bikr, dipastikan dia adalah perempuan cukup umur dan bukan anak kecil berumur 7-9 tahun. Menurut semua argumen diatas, walaupun tidak bisa dipastikan kapan Aisyah menikah dengan Rasul Saw, tapi dapat dipastikan narasi tentang Aisyah menikah umur 7 tahun harus dipertanyakan.

Sesuai dengan hukum Islam (Mishakat al Masabiah) bahwa perempuan pun harus setuju untuk dinikahkan. Walaupun bapak sebagai wali sudah setuju, arti dari hukum ini adalah perempuannya pun harus setuju untuk dinikahkan. Bagaimana kita bisa meminta persetujuan dari anak umur 7-9 tahun untuk menikah sementara menurut banyak orang, jaman dahulu maupun sekarang menurut adat timur maupun barat anak umur 7-9 tahun itu belum bisa mengambil keputusan sendiri.

KESIMPULAN
Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist di atas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman seksual dalam pernikahan”. Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

BUKTI 8. TEKS AL-QURAN

Seluruh muslim setuju bahwa Qur’an adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode Islam Klasik mengenai usia Aisyah dan pernikahannya.

Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia tujuh tahun?Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak yatim juga valid diplikasikan pada anak kita sendiri. Ayat tersebut mengatakan: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (Qs. 4:5)

“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian, jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” (Qs. 4:6)

Dalam hal seorang anak yang ditinggal orang tuanya, seorang muslim diperintahkan untuk:
(a) memberi makan mereka,
(b) memberi pakaian,
(c) mendidik mereka, dan
(d) menguji mereka terhadap kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Di sini, ayat Qur’an menyatakan tetang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil tes yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka. Dalam ayat yang sangat jelas di atas, tidak ada seorang pun dari muslim yang bertanggung jawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia tujuh tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia tujuh tahun dalam pengelolaan keuangan, maka gadis tersebut sudah tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah.

Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol. 6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia sembilan tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai istri. Oleh karena itu, sangatlah sulit untuk mepercayai bahwa Abu Bakar, seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia tujuh tahun dengan Nabi saw yang berusia lima puluh tahun. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia tujuh tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan, ”Berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia tujuh atau sembilan tahun?” Jawabannya adalah nol besar. Logika kita berkata adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita telah memuaskan sebelum mereka mencapai usia tujuh tahun. Lalu, bagaimana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia tujuh tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakar merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua. Jadi, dia akan merasakan dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an.

Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi saw, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.

KESIMPULAN:

Pernikahan Aisyah pada usia tujuh tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia tujuh tahun adalah mitos semata.

BUKTI 9: IZIN DALAM PERNIKAHAN

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi sah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang layak dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi sahnya sebuah pernikahan. Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia tujuh tahun tidak dapat dijadikan dasar sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakar, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis tujuh tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia lima puluh tahun. Serupa dengan ini, Nabi saw tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadits dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah saw.

KESIMPULAN:

Rasulullah saw tidak menikahi gadis berusia tujuh tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan Islami tentang klausa persetujuan dari pihak istri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi saw menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

RINGKASAN:

Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia sembilan tahun. Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia sembilan tahun. Orang-orang Arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat. Jelas nyata, bahwa riwayat pernikahan Aisyah pada usia sembilan tahun oleh Hisham ibnu `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain.

Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibnu `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibnu `Urwah selama di Iraq adalah tidak benar. Pernyataan dari Tabari, Bukhari, dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri.

Jadi, riwayat usia Aisyah sembilan tahun ketika menikah adalah tidak dapat diyakini karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam. Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah sembilan tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tersebut dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung-jawab tanggung-jawab.

READ MORE -

Sabtu, 28 Agustus 2010

Masjid Pendamping Gereja Jerman Dapatkan Lampu Hijau


COLOGNE (Berita SuaraMedia) – Kaki langit Cologne bukan cakrawala biasa. Siluet di langit itu adalah katedral, gereja gothic paling terkenal di Jerman. Setelah sebuah keputusan oleh dewan kota Cologne, gereja itu akan ditemani oleh Masjid terbesar di negara tersebut.

Pada hari Kamis pekan lalu(19/8), di balai kota Cologne, sekelompok demonstran berhadapan. Di sebelah kanan pintu masuk berdiri 30 pemrotes anti-Masjid yang membawa plakat-plakat bergambar Masjid dengan tanda silang merah besar. Di sebelah kiri, terdapat 100 orang yang menyuarakan dukungan mereka untuk pembangunan Masjid. Keduanya tidak perlu repot-repot karena hasilnya sudah hampir pasti.

Semua partai, kecuali Partai Demokrat Kristen (CDU) dan inisiatif anti-Masjid ekstrim kanan Pro-Cologne, mendukung pembangunan Masjid tersebut, yang akan menjadi Masjid terbesar di Jerman. Walikota Cologne, Schramma, yang sering berubah pikiran mengenai isu ini akhirnya memilih untuk berseberangan dengan CDU dan mendukung pembangunan Masjid.

Masjid baru itu akan dibangun di sebuah lokasi di Ehrenfeld, kawasan industrial di Cologne di mana sekarang sebuah pabrik tua difungsikan menjadi Masjid. "Mereka bisa mulai merobohkan bangunan pabrik tua itu besok," ujar Josef Wirges, anggota dewan setempat untuk EHrenfeld dan anggota partai Demokrat Sosial (SPD).

Bangunan itu akan menelan biaya antara 15-20 milyar euro, didanai oleh donasi swasta dari 800 kelompok di Jerman. Pembangunan akan selesai di tahun 2010 oleh Persatuan Turki Islam untuk Urusan Agama (DITIB), yang memiliki hubungan dekat dengan Ankara.

Masjid yang didesain oleh arsitek Jerman, Paul Bohm, ini akan menjadi sebuah bangunan berkubah dengan tembok-tembok kaca dan dua menara. Kedua menara akan berdiri setinggi 180 kaki, sepertiga tinggi menara Katedral Cologne. Masjid itu juga akan diapit oleh gedung-gedung perkantoran tinggi. DITIB telah sepakat untuk tidak mengumandangkan Adzan melalui pengeras suara.

"Saya rasa Masjid baru ini akan menjadi sebuah mahakarya arsitektural sehingga bus-bus wisata akan membawa orang-orang untuk melihatnya setelah mereka mengunjungi Katedral Cologne," ujar Wirges antusias.

Proyek Masjid Cologne adalah sebuah proyek milik Organisasi Muslim Jerman DITIB untuk membangun sebuah Masjid pusat yang besar dan representatif di Cologne, Jerman. Setelah beberapa kontroversi, proyek itu akhirnya memperoleh persetujuan dari dewan kota Cologne.

Masjid itu didesain dalam gaya arsitektural Ottoman, dengan tembok-tembok kaca, dua menara, dan sebuah kubah. Masjid itu direncanakan akan memiliki bazar dan area lainnya yang dimaksudkan untuk interaksi antar-agama. Saat Masjid itu akan menjadi salah satu yang terbesar di Eropa, ia telah dikritik untuk ukurannya, terutama tinggi menaranya.

Proyek ini ditentang oleh penulis Ralph Giordano, penduduk setempat, warga Jerman lainnya, kelompok-kelompok sayap kanan, dan neo-Nazi. Jorg Uckermann, wakil walikota distrik tersebut, mengkritik proyek itu dengan mengatakan bahwa "Kami tidak mau membangun perkampungan kumuh Turki di Ehrenfeld. Saya tahu tentang Londonistan dan saya tidak mau itu ada di sini."

Politisi setempat Markuz Wiener, dari kelompok sayap kanan Pro Koln, mengekspresikan ketakutannya bahwa Masjid Cologne akan memberdayakan populasi Muslim terlalu banyak.

Pada tanggal 16 Juni 2007, 200 orang berkumpul dalam sebuah protes yang diorganisir oleh Pro Cologne menentang Masjid itu dengan perwakilan dari Partai Kebebasan Austria dan Vlaams Belang Belgia. Banyak penduduk yang menentang Masjid itu karena mereka percaya bahwa Cologne adalah kota Kristen. Ralph Giordano menyatakan bahwa dia menentang proyek itu karena Masjid akan menjadi "sebuah ekspresi dari Islamisasi terhadap tanah air kita", "sebuah deklarasi perang", dan bahwa dia tidak akan mau melihat para wanita berjilbab di jalanan Jerman, menyamakan penampilan mereka dengan " manusia penguin".

Proyek Masjid Cologne sangat kontras dengan proyek yang tidak terlalu kontroversial di Duisburg, Jerman. Di Duisburg, terdapat kerjasama dan komunikasi yang baik sejak tahap awal dari politisi Jerman, gereja dan pemimpin komunitas serta pengembang Masjid, meskipun ketakutan akan Islamisasi terus ada. (rin/abn/wp) www.suaramedia.com

READ MORE - Masjid Pendamping Gereja Jerman Dapatkan Lampu Hijau

Jumat, 27 Agustus 2010

Rahasia Dibalik Perkawinan Nabi Muhammad SAW

Ketika orang-orang mendengar bawah Nabi Muhammad SAW mempunyai banyak istri semasa hidupnya, banyaklah timbul suara-suara yang sumbang kearah Nabi Muhammad SAW.

Padahal, kalau mereka mau menelaah lebih dalam untuk mengetahui apa rahasia dibalik perkawinan Nabi Muhammad SAW, niscaya mereka akan mengerti dan memaklumi adanya bahkan akan memuji kepintaran strategi dari Nabi besar Muhammad SAW, yaitu : “political and social motives”.

Perkawinan pertamanya dengan Khadijah dilakukan ketika dia berumur 25 tahun dan Khadijah berumur 40 tahun. Selama hampir 25 tahuh, Nabi SAW hanya beristrikan Khadijah, sampai Khadijah meninggal dunia diumur 65 tahun (semoga Allah memberkahinya).

Hanya setelah Nabi SAW berumur lebih dair 50 tahun, barulah nabi SAW mulai menikah lagi. Dengan demikian jelaslah bahwa jika memang Nabi SAW hanya mencari kesenangan semata, tentulah tidak perlu beliau menunggu sampai berusia lebih dari 50 tahun, baru menikah lagi. Tapi Nabi Muhammad SAW tetap mencintai Khadijah selamaa 25 tahun, sampai Khadijah meninggal dunia di usia 65 tahun.

Perkawinannya selanjutnya mempunyai banyak motive. Beberapa perkawinan adalah dengan tujuan membantu wanita yang suaminya baru saja terbunuh didalam membela Islam. Yang lain adalah demi menambah dan mempererat hubungan dengan salah satu pendukung fanantik Islam, Abu Bakr (semoga Allah memberkahinya).

Ada juga dalam upaya membangun hubungan yang baik dengan suku-suku lain yang semula berniat memerangi Islam. Sehingga ketika Nabi SAW mengawininya, maka perang pun terhindarkan dan darah pun tak jadi tumpah.

Setidaknya, ada Professor Non-Muslim yang berkesempatan mempelajari secara langsung mengenai sejarah dan kehidupan Nabi Muhammad SAW berkesimpulan yang berbeda dengan kesimpulan kaum non-muslim lainnya.

John L. Esposito, Professor Religion and Director of Center for International Studies at the College of the holly cross, mengatakan bahwa hampir keseluruhan perkawinan Nabi Muhammad SAW adalah mempunyai misi sosial dan politik (political and social motives) (Islam The straight Path, Oxford University Press, 1988).

Salah seorang non-muslim lainnya, Caesar E. Farah menulis sebagai berikut: “In the prime of his youth and adult years Muhammad remained thoroughly devoted to Khadijah and would have none other for consort”.

Caesar Farah pun berkesimpulan bahwa perkawinan Nabi Muhammad SAW lebih karena alasan politis dan alasan menyelamatkan para janda yang suaminya meninggal dalam perang membela Islam.

Sehingga memang jika melihat lagi ke sejarah, maka dapatlah diketahui apa alasan sebenarnya perkawinan nabi Muhammad SAW.

Berikut ini kita tampilkan nama-nama Istri Nabi Muhammad SAW beserta sekilas penjelasannya:

  1. Khadijah: Nabi mengawini Khadijah ketika Nabi masih berumur 25 tahun, sedangkan Khadijah sudah berumur 40 tahun. Khadijah sebelumnya sudah menikah 2 kali sebelum menikah dengan Nabi SAW. Suami pertama Khadijah adalah Aby Haleh Al Tamimy dan suami keduanya adalah Oteaq Almakzomy, keduanya sudah meninggal sehingga menyebabkan Khadijah menjadi janda. Lima belas tahun setelah menikah dengan Khadijah, Nabi Muhammad SAW pun diangkat menjadi Nabi, yaitu pada umur 40 tahun. Khadijah meninggal pada tahun 621 A.D, dimana tahun itu bertepatan dengan Mi’raj nya Nabi Muhammad SAW ke Surga. Nabi SAW sangatlah mencintai Khadija. Sehingga hanya setelah sepeninggalnya Khadijah lah Nabi SAW baru mau menikahi wanita lain.
  2. SAWDA BINT ZAM’A: Suami pertamanya adalah Al Sakran Ibn Omro Ibn Abed Shamz, yang meninggal beberapa hari setelah kembali dari Ethiophia. Umur Sawda Bint Zam’a sudah 65 tahun, tua, miskin dan tidak ada yang mengurusinya. Inilah sebabnya kenapa Nabi SAW menikahinya.
  3. AISHA SIDDIQA: Seorang perempuan bernama Kholeah Bint Hakeem menyarankan agar Nabi SAW mengawini Aisha, putri dari Aby Bakrs, dengan tujuan agar mendekatkan hubungan dengan keluarga Aby Bakr. Waktu itu Aishah sudah bertunangan dengan Jober Ibn Al Moteam Ibn Oday, yang pada saat itu adalah seorang Non-Muslim. Orang-orang di Makkah tidaklah keberatan dengan perkawinan Aishah, karena walaupun masih muda, tapi sudah cukup dewasa untuk mengerti tentang tanggung jawab didalam sebuah perkawinan. Nabi Muhammad SAW bertunangan dulu selama 2 tahun dengan Aishah sebelum kemduian mengawininya. Dan bapaknya Aishah, Abu Bakr pun kemudian menjadi khalifah pertama setelah Nabi SAW meninggal.
  4. HAFSAH BINT U’MAR: Hafsah adalah putri dari Umar, khalifah ke dua. Pada mulanya, Umar meminta Usman mengawini anaknya, Hafsah. Tapi Usman menolak karena istrinya baru saja meninggal dan dia belum mau kawin lagi. Umar pun pergi menemui Abu Bakar yang juga menolak untuk mengawini Hafsah. Akhirnya Umar pun mengadu kepada nabi bahwa Usman dan Abu Bakar tidak mau menikahi anaknya. Nabi SAW pun berkata pada Umar bahwa anaknya akan menikah demikian juga Usman akan kawin lagi. Akhirnya, Usman mengawini putri Nabi SAW yiatu Umi Kaltsum, dan Hafsah sendiri kawin dengan Nabi SAW. Hal ini membuat Usman dan Umar gembira.
  5. ZAINAB BINT KHUZAYMA: Suaminya meninggal pada perang UHUD, meninggalkan dia yang miskin dengan beberapa orang anak. Dia sudah tua ketika nabi SAW mengawininya. Dia meninggal 3 bulan setelah perkawinan yaitu pada tahun 625 A.D.
  6. SALAMA BINT UMAYYA: Suaminya, Abud Allah Abud Al Assad Ibn Al Mogherab, meninggal dunia, sehingga meninggalkan dia dan anak-anaknya dalam keadaan miskin. Dia saat itu berumur 65 tahun. Abu Bakar dan beberapa sahabat lainnya meminta dia mengawini nya, tapi karena sangat cintanya dia pada suaminya, dia menolak. Baru setelah Nabi Muhammad SAW mengawininya dan merawat anak-anaknya, dia bersedia.
  7. ZAYNAB BINT JAHSH: Dia adalah putri Bibinya Nabi Muhammad SAW, Umamah binti Abdul Muthalib. Pada awalnya Nabi Muhammad SAW sudah mengatur agar Zaynab mengawini Zayed Ibn Hereathah Al Kalby. Tapi perkawinan ini kandas ndak lama, dan Nabi menerima wahyu bahwa jika mereka bercerai nabi mesti mengawini Zaynab (surat 33:37).
  8. JUAYRIYA BINT AL-HARITH: Suami pertamanya adalah Masafeah Ibn Safuan. Nabi Muhammad SAW menghendaki agar kelompok dari Juayreah (Bani Al Mostalaq) masuk Islam. Juayreah menjadi tahanan ketika Islam menang pada perang Al-Mustalaq (Battle of Al-Mustalaq). Bapak Juayreyah datang pada Nabi SAW dan memberikan uang sebagai penebus anaknya, Juayreyah. Nabi SAW pun meminta sang Bapak agar membiarkan Juayreayah untuk memilih. Ketika diberi hak untuk memilih, Juayreyah menyatakan ingin masuk islam dan menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah yang terakhir. Akhirnya Nabi pun mengawininya, dan Bani Almustalaq pun masuk islam.
  9. SAFIYYA BINT HUYAYY: Dia adalah dari kelompok Jahudi Bani Nadir. Dia sudah menikah dua kali sebelumnya, dan kemudian menikahi Nabi SAW. Cerita nya cukup menarik, mungkin Insha Allah disampaikan terpisah.
  10. UMMU HABIBA BINT SUFYAN: Suami pertamanya adalah Aubed Allah Jahish. Dia adalah anak dari Bibi Rasulullah SAW. Aubed Allah meninggak di Ethiopia. Raja Ethiopia pun mengatur perkawinan dengan Nabi SAW. Dia sebenarnya menikah dengan nabi SAW pada 1 AH, tapi baru pada 7 A.H pindah dan tinggal bersama Nabi SAW di Madina, ketika nabi 60 tahun dan dia 35 tahun.
  11. MAYMUNA BINT AL-HARITH: Dia masih berumur 36 tahun ketika menikah dengan Nabi Muhammad SAW yang sudah 60 tahun. Suami pertamanya adalah Abu Rahma Ibn Abed Alzey. Ketika Nabi SAW membuka Makkah di tahun 630 A.D, dia datang menemui Nabi SAW, masuk Islam dan meminta agar Rasullullah mengawininya. Akibatnya, banyaklah orang Makkah merasa terdorong untuk merima Islam dan nabi SAW.
  12. MARIA AL-QABTIYYA: Dia awalnya adalah orang yang membantu menangani permasalahan dirumah Rasullullah yang dikirim oleh Raja Mesir. Dia sempat melahirkan seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Ibrahim akhirnya meninggal pada umur 18 bulan. Tiga tahun setelah menikah, Nabi SAW meninggal dunia, dan akhirnya meninggal 5 tahun kemudian, tahun 16 A.H. Waktu itu, Umar bin Khatab yang menjadi Iman sholat Jenazahnya, dan kemudian dimakamkan di Al-Baqi.

Kalau sudah tahu begini dan kalau memang dikatakan mau mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW, kira-kira masih minat dan berani nggak ya kaum Adam untuk ber-istri lebih dari 1?

http://donnya.wordpress.com/2006/10/09/rahasia-dibalik-perkawinan-nabi-muhammad-saw/

READ MORE - Rahasia Dibalik Perkawinan Nabi Muhammad SAW

Jumat, 20 Agustus 2010


Bidadari Untuk Perempuan?

HUR

Pertanyaan:

Menurut Al Qur'an ketika seorang laki-laki memasuki surga, dia akan mendapatkan hur, yaitu gadis yang cantik. Apa yang akan seorang perempuan dapatkan ketika ia memasuki surga?

Jawaban:

1. Hur disebutkan dalam Alquran

Kata hur ada di dalam Alquran tidak kurang dari empat tempat yang berbeda:

(1) Dalam Surah Dukhan bab 44, ayat 54
"demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari(hur)." [Al-Qur'an 44:54]

(2) Dalam Surah Al-Tur bab 52 ayat 20
"... mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari(hur) yang cantik bermata jeli.. " [Al-Qur'an 52:20]

(3) Dalam Surah Rahman bab 55 ayat 72
" (Bidadari-bidadari(hur)) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.." [Al-Qur'an 55:72]

(4) Dalam Surah Al-Waqiah bab 56 ayat 22
"Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari(hur) yang bermata jeli," [Al-Qur'an 56:22]

2. Hoor diterjemahkan sebagai Gadis yang cantik

Banyak penterjemah Alquran telah menterjemahkan kata hoor sebagai gadis yang cantik/bidadari' khususnya dalam terjemahan Bahasa Urdu/bahasa Indonesia. Jika hur berarti Gadis Cantik/Bidadari atau perempuan, maka hur dimaksudkan hanya untuk laki-laki. Oleh karena itu, apa yang akan perempuan dapatkan jika mereka masuk surga?

3. Arti Hur
Kata hur sebenarnya jamak dari ahwar (berlaku untuk laki-laki) dan haura (berlaku untuk wanita) dan menandakan seseorang yang dapat dipandang oleh hauar sebuah hadiah special yang diberikan kepada jiwa yang baik , laki-laki atau perempuan di surga dan hur digambarkan dengan warna yang sangat putih, bagian dari jiwa yang putih.

Al Qur'an menjelaskan dalam beberapa ayat yang lain didalam surga Anda akan memiliki azwaj yang berarti pasangan atau teman yang berarti Anda akan memiliki pasangan atau pendamping yang murni dan suci (mutaharratun berarti murni, suci).

" Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada pendamping yang suci dan mereka kekal di dalamnya. ". [Al-Qur'an 2:25]

" Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai pendamping yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.". [Al-Qur'an 4:57]

Oleh karena itu kata hur tidak spesifik dengan jenis kelamin. Mohammad Asad telah menterjemahkan kata hur sebagai pasangan dan Abdullah Yusuf Ali menterjemahkan sebagai pendamping. Oleh karena itu menurut beberapa cendekiawan Islam seorang laki-laki di surga nanti akan mendapatkan hur yang masih gadis dan mata besar yang indah dan berkilau dan seorang perempuan di surga akan mendapatkan seorang laki-laki dengan mata besar yang indah dan berkilau.

4. Perempuan akan mendapatkan sesuatu yang luar biasa di surga

ada juga cendekiawan Islam mengatakan bahwa dalam konteks, kata hur digunakan dalam Alquran hanya “wanita” yang diperuntukkan hanya untuk pria. Sebuah balasan yang akan diterima oleh semua orang diberikan dalam Hadis pada saat timbul pertanyaan bahwa jika seorang laki-laki mendapatkan hur, gadis cantik di surga, maka apa yang akan perempuan dapatkan? Balasannya adalah bahwa perempuan akan mendapatkan sesuatu kenikmatan yang hati belum pernah merasakannya, telinga belum pernah mendengar itu dan mata belum pernah melihat, menunjukkan bahwa perempuan akan mendapatkan sesuatu yang luar biasa di surga.
READ MORE -